Halaman

1 Feb 2013

Gatal? Yaa, Garuk...!

Segala yang norak pasti tidak wajar, karena keindahan terbentuk dari kewajaran. Baju warna ini cocoknya dengan kulit yang begini. Motif yang begitu hanya cocok buat si itu. Jika cocoknya di sini, tapi dipasang ke sana itulah norak.
Jadi mutu adalah hasil dari kewajaran. Demikian juga hidup yang bermutu pasti tercipta karena kehidupan yang wajar. Segala yang wajar itu ternyata segala yang sederhana. Tidak terlalu begini, tapi juga tidak terlalu begitu. Faktor yang terlalu itulah yang menciptakan ketidakseimbangan. Ketimpangan terlihat nyata ketika di depannya komplek perumahan mewah, sementara dibelakang pagarnya perkampungan kumuh.
Ketika fisik sudah tak kuat, mestinya yaa…istirahat ! Memaksakan diri berarti bertaruh dengan hidup. Itulah yang terjadi pada artis-artis pecandu narkoba dengan doping sebagai dalihnya. Karir cemerlang Van Basten sebagai pesepakbola hancur karena dipaksakan tetap bermain meski sedang cedera. Tulang yang retak itu butuh penyembuhan, bukan pemati rasa. Soal sakit memang tak dirasakan olehnya. Tapi soal tulang retak yang dipaksa sampai benar-benar patah itulah yang mengakhiri karir cemerlangnya. Akhirnya Agustus 1995 karena sudah tak kuat, dia pun melambaikan tangannya ke arah kamera, pada pertandingan testimony antara AC Milan vs Juventus yang khusus dipersembahkan sebagai salam perpisahannya. Pensiun dini karena menolak mengikuti kewajaran.
Padahal rumus kewajaran itu sederhana saja. Jika lapar, yaa makan. Haus, yaa minum. Ngantuk yaa, tidur. Memiliki tapi karena korupsi itu pasti tidak wajar. Karena jika ingin beli, yaa beli saja. Tak punya uang yaa, jangan beli! Sederhana belaka. Tidak keterlaluan. Karena keterlaluan ingin memiliki itulah yang menjadikannya korupsi.
Artis pesta narkoba? Mendengar sebutan artis saja sudah terbayang betapa megahnya. Apalagi jika sudah megah berpesta pula. Hidangannya pun narkoba pula. Narkoba itu diharamkan agama dan dilarang Negara. Melabrak aturan agama dan Negara sekaligus. Rame-rame pula. Jadi betapa keterlaluannya. Saya saja (maaf) ‘eek, pipis atau mandi yang jelas-jelas tak dilarang agama dan undang-undang hanya berani melakukannya sendiri-sendiri. Itupun sambil sembunyi-sembunyi (karena saya terlalu takut sama Tuhan kali, ya;)
Apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup? Kekayaan? Betapa banyak orang-orang kaya yang justru senang bercerita soal kisahnya di kala masih miskin. Kepuasaan? Kita sendiri sering dengar bahwa manusia itu adalah makhluk yang tak pernah puas? Kebahagiaan? Betapa sederhana sebenarnya bahagia itu. Melihat status Facebook Dian, cewek incaran saya, yang nulis telah putus dari pacarnya saja, saya sudah bahagia (maaf yaa, Dian! *mudah-mudahan doi ga’ baca, hahaha…!) Jadi sungguh, bahagia itu mudah dan murah belaka.
Ketidakwajaran mengundang kecurigaan. Itu sudah hukum alam. Hukum alam terlalu kuat untuk digertak. Karena dicurigai itulah akhirnya mereka digerebek. Alam bertindak demi terjaganya harmoni dan keseimbangannya. Ini sama seperti banjir yang merontokkan kendaraan dan peralatan elektronik mewah orang-orang berpunya, untuk memberikan panen rejeki bagi para montir, pebengkel atau tukang-tukang servis peralatan elektronik
Hidup yang bermutu itulah tujuan kita. Hidup yang bermutu, hidup yang indah. Karena indah itu harmoni. Sedang harmoni itu tercipta dari kewajaran. Jadi jika ingin hidup bermutu maka bersikaplah yang wajar. Tidak neko-neko. Karenanya jika gatal, yaa garuk saja;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...