Halaman

30 Agu 2013

Rumus Terakhir

Rejeki itu ‘mentel’. Jika kau cuek jangan harap dia akan menghampirimu.

Saya ingin naik gaji. Upaya pertama atasan saya ‘gertak’. Kinerja saya butuh diapresiasi. Saya mesti menghargai diri saya sendiri. Hasilnya saya malah digertak balik. Saya merajuk, eee…dicuekin. Saya pantang menyerang. Gertakan saya dramatisir. Saya betul2 bolos tak mau kerja.

Upaya ini sedikit berhasil. Teman sekerja berdatangan mengabari ini itu. Katanya begini begitu. Intinya mereka semua mendukung saya. Konon kata mereka, para atasan mulai tersengat. Maklum, pekerjaan sedang banyak2nya. Saya diminta datang entah untuk apa (soalnya kebetulan pula HP saya saat dihubungi langsung mati). HP saya memang sudah tua. Bahkan untuk sekadar ditelpon pun batereinya sudah tak berdaya.

Merasa penting, saya makin jual mahal. Saya cuekin saja telpon itu. Bolos kerja saya lanjutkan. Saya yakin, lebih tepatnya berharap akan ditelpon lagi. Itulah momen yang paling saya tunggu. Jika itu terjadi, nilai jual saya pasti jadi lebih tinggi.

Demi menyambut moment penting begitu, saya bersiap begitu rupa. Batere handphone saya isi penuh. Seharian handphone itu saya kantongi. Tiap saat saya check berharap ada panggilan atau sms. Bahkan saat ke kamar mandi pun, handphone tetap saya genggam.

Beranjak sore saya mulai panik. Sore, jadi benar-benar panik. Waah…gawat ini!

Sukses itu rumusnya berjuang dan berhasil. Tapi ternyata berhasil itu juga masih asumsi, karena dia juga punya rumus tersendiri. Bagi sebahagian orang, pelajaran yang diperoleh dari kegagalan adalah juga keberhasilan. Saya paham rumus ini, karena betapa banyak penemuan yang justru disebabkan oleh serendipity. Gula sendiri adalah penemuan yang didapat dari eksperimen yang keliru.

Tapi ada satu rumus sukses yang saya hampir lupa. Hampir saja saya abaikan rumus terakhir ini, jika saya tak segera ingat keluarga. Adik-adik tercinta yang masih butuh biaya. Apalagi, habis Subuh pagi-pagi sekali ibu saya menelpon sekadar mengingatkan bahwa si ini dan situ butuh uang kuliah. Sementara yang ini dan yang itu belum bisa bantu apa-apa. Lagipula, untuk mendapatkan Dian juga butuh biaya yang tak murah, bukan, hehehehe…*kembali galau J

Ini yang memantapkan pilihan saya. Tak mendapat apa-apa adalah sukses asal tak kehilangan segalanya.Harga diri penting diperjuangkan, tapi hati juga butuh direndahkan. Selain perintah memperbaiki nasib, Islam juga perintahkan bersyukur. Ada perintah berusaha, juga ada perintah untuk berserah. Perjuangan tidak melulu soal hasil. Juara juga bukan soal menang kalah belaka.

Oke, Senin saya kembali akan melihat atap rumah Dian, Asyiiiiiik…J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...