Pernyataan itu saya sepakati sekaligus saya koreksi. Saya
sepakat bahwa akibat dari aksi anarkis itu mungkin saja bisa benar. Tapi jika
karena itu mereka menganggap Islam adalah agama yang keras, apalagi dianggap
teroris saya juga sepakat sekaligus menolak. Sepakat, karena Islam memang agama
yang keras. Menolak, karena Islam cuma keras terhadap para pemeluknya, bukan
kepada yang lain. Inilah yang mesti kita koreksi.
Islam keras terhadap pemeluknya, karena soal mata saja kita
sudah diperintahkan untuk menjaga pandangannya. Pandangan mata bisa berakibat
zina, dan mereka yang berzina diperintahkan oleh Allah untuk dirajam. Kepada
umat Islam, Allah memerintahkan untuk mentaati segala perintahNYA. Bila perlu
dengan ancaman neraka, lengkap dengan segala gambaran horror yang terdapat di
dalamnya.
Islam memang memerintahkan untuk memberangus kemusyrikan.
Tapi itu tegas ditujukan pada orang yang musyrik, bukan pada orang lain. Islam
malah memerintahkan untuk berbaik-baik terhadap tetangga, siapapun itu
orangnya. Islam tak pernah keras terhadap pemeluk agama yang lain. Itulah
kenapa pada awal mulanya, agama Islam disyiarkan secara sembunyi-sembunyi.
Bukan karena umat Islam penakut, karena soal keberanian Islam adalah jagonya.
Prajurit Islam tak pernah kalah nyali terhadap jumlah pasukan dan senjata lawan
di segala medan
pertempuran.
”Untukmu agama, untukku agamaku”, kata Al-Quran.
Jadi, ribut-ribut soal penyelenggaraan Miss World itu sama
sekali tak perlu. Yang menyelenggarakan Miss World kan bukan orang Islam. Pesertanya pun juga
bukan orang Islam. Soal bahwa yang nonton atau menikmati acaranya juga terdapat
orang Islam itu soal lain. Itu adalah urusan orang itu masing-masing. Sama
halnya, ribut soal warung , tempat hiburan atau rumah makan yang tetap buka di
bulan Ramadhan. Berpuasa hanya diperintahkan bagi orang yang beriman. Soal
orang lain puasa atau tidak, apa urusannya sama kita. Berarti mereka bukan
orang yang beriman. Lagipula, warung, retoran atau tempat hiburan itu buka kan bukan bagi orang
yang berpuasa? Jadi di mana masalahnya?
Islam malah memerintahkan kita untuk memuliakan tamu, baik
yang tidak diundang, apalagi terhadap yang diundang. Memuliakannya, bukan sekadar menghormatinya.
Berikan suguhan terbaik yang kau bisa. Nah, peserta Miss World itu kan tamu kita. Dan
mereka diundang pula. Apalagi mereka tamu yang tahu diri. Mereka tahu tuan
rumah tak suka tamunya pakai bikini, dan mereka patuh terhadapnya. Kita yang
tuan rumah justru mestinya yang introspeksi. Mereka kita paksa memakai pakaian
kita. Sudah begitu mesti telanjang kaki pula. Hebatnya, sudah disuruh begitu
rupa, mereka tetap tersenyum, meski entah rela atau malah terpaksa. Apakah kita
sudah memuliakan mereka? Kan
mereka tamu kita?
“Mereka bukan tamuku”, begitu mungkin kata mereka yang
protes.
Nah, jika mereka bukan tamumu, kenapa pula kau yang sibuk? Menggaruk
itu di tempat yang gatal. Jika ingin, garuk donk, gatal sendiri! Hallah, kumat
lagi gatal garuknya, hehehe…J
*Selamat Malam
Tuh kan, bisa di komen...?
BalasHapus*ngetes
ane tetep gk setuju ama MW karena gk sesuai ama budaya bangsa kita dan tidak sesuai syariat islam karena pamer aurat
BalasHapusTulisan ini sebenarnya bukan soal boleh tidaknya MW di Indonesia. Jika Cak jeli, ini cuma soal efek aksi anarkis dalam menyikapi MW. Saya juga termasuk pihak yg menolak, kok, hehehe...!
BalasHapus