10 postingan kemaren terpaksa saya review sendiri. Beginilah
kalau berbuat itu karena maksud pamer dan pamrih. Tujuan saya nekad menjanjikan
posting sebulan penuh itu sekarang berbalik menebar horror buat saya.
Saya orang yang rakus terhadap pujian. Apalagi jika yang
memuji itu Dian, hahaha…:D Karena berharap akan dipujinya lah maka saya punya
nyali untuk berjanji. Oke, anggap saja saya butuh perhatian darinya.
”Bukan tak mampu aku tuk mencipta, sebuah
lagu cinta untukmu, Jelita. Kurasa tak perlu, sebab cinta ini bisa kau resapi
lewat sikapku. Bukan lewat lagu”, kata Ribas sang idola saya via ‘Bukan
Lewat Lagu’-nya.
Dari seluruh lagu pop di Indonesia, inilah lagu yang paling
saya suka. Sudah ratusan kali saya putar lagu ini di player saya. Lagu yang
mengajarkan bahwa tak perlu menjadi
Erros, Dhani atau Pongky jika ingin dapat ruang untuk berdiri diantara pujangga
pujaan sang Jelita. Lirik keren penyanyi idola ini gagal saya pahami,
semata gara-gara hasrat pamer saya pada Dian.
Janji itu tak perlu sebenarnya, sebab Dian pasti bisa
meresapinya lewat sikap saya, bukan begitu Bu Guru? Hehehe… :D
Pamer itu bahaya, karena berpusat pada diri sendiri.
Sementara saya ini apa lah. Apa yang bisa saya banggakan. Saya bukan orang
berpunya (tak maksud ngeluh). Maksudnya, jika hanya berpusat pada diri sendiri,
sungguh betapa miskinnya saya. Sudah miskin mau pamer pula. Inilah orang yang
paling dibenci oleh Allah, betul….?
Astagfirullahaladziim…!
Memusatkan perhatian pada diri sendiri itu pasti keliru.
Kita jadi miskin wawasan dan pergaulan. Padahal banyak di luar sana yang jika mau kita bisa saja meraihnya.
Selain itu saya juga pamrih. Ini tak kalah rumitnya. Pamrih
berarti berharap dari yang lain. Pamrih ini berpusat pada orang lain. Berarti
bukan milik sendiri. Itulah yang mesti kita raih, jika perlu direbut. Ini soal
yang tak sederhana. Berharap pada penguasa saja kita sering nelangsa.
“Orang yang romantis adalah yang suka berjanji”, kata Bang
Jack di sinetron Para Pencari Tuhan.
Anjuran Bang Jack ini saya iyakan. Saya janji untuk
melakukannya. Tapi sungguh, puasa sebulan penuh rasanya tak seberat ini yak?
Jujur saja, dari sepuluh hari berlalu 2 postingan saja yang
memuaskan saya. Sisanya sungguh tawar terasa. Bayangan romantis akan pujian
dari Jelita sekarang balik menjadi terror yang begitu horrornya.
*Sekian review (apaan nih, hahaha…!) dari saya. Menurut kalian bagaimana?
saya mengerti bang raul,
BalasHapussebagai pembaca saya tak merasakan chemistry2 seperti tulisan2 sebelumnya yang dibuat tanpa deadline waktu & target,
tapi
sebagai member ay nikmati sajalah ;p