Posting Ke-21
Lanjutan post sebelumnya…
Untuk kembali jadi tontonan begitu sungguh suatu perjuangan
yang tak mudah. Untuk mendapatkannya (lagi) dia mesti mengabaikan rasa malunya.
Dan untuk soal ini dia sungguh hebat. Mengabaikan rasa malu itu sungguh bukan
soal yang sederhana. Meski tak dihitung sebagai dosa, ketahuan kentut saja saya
sudah tak berani unjuk muka. Tapi memang dihadapan lapar, rasa malu memang bisa
kalah wibawa. Dan soal inilah yang kita belajar darinya. Itu tuntunan yang
berbahaya.
Kembalinya ke dunia hiburan sungguh mengajarkan ketegaran
dan kesabaran yang salah kaprah. Ketegarannya mengajarkan bahwa seluruh
persoalan hidup bisa dihadapi jika bersedia mengabaikan gengsi dan rasa malu. Darinya
kita belajar bahwa seluruh kemalangan hidup adalah ujian dari Tuhan. Padahal
kemalangan tidak melulu karena ujian Tuhan. Ada kemalangan karena hukuman. Ada bencana sebagai
teguran, dan ada juga musibah sebagai ujian.
Itu sungguh melecehkan kehendak Tuhan. Kemalangannya yang
dia dapat adalah akibat kelakuannya sendiri. Tuhan hanya menguji hambaNYA yang
memang layak uji. Apakah dia termasuk hambaNYA yang layak uji? Kebangkrutan
yang dialami Amerika pastilah bukan karena ujian dari Tuhan, bukan?
Defenisi kemalangan menjadi kabur. Sebab itulah kenapa ada
banyak kasus perkosaan yang dilakukan atas nama suka sama suka. Jika peristiwanya
terjadi di hotel, mestinya itu bukanlah suatu perkosaan. Apalagi jika
kejadiannya di kamar kost-kost an.
Banyak pernikahan yang terjadi karena sang dara keburu
berisi. Ada yang nikahnya diam-diam. Ada juga istilah kawin
lari. Nikah diam-diam saja sudah tak tepat, sebab demi jauh dari fitnah agama
mengajarkan untuk mengabarkannya. Apalagi kawin sambil berlari, bukan main
repotnya pasti. Restu itu mestinya diminta, bukannya dijauhi, bukan?
Eetapi ada juga yang gembira karena pernikahan buru-buru
tersebut. Pesta tetap digelar meriah. Mestinya ini adalah perayaan atas dosa
zina mereka, dan anehnya semua tamu malah menyelamatinya, hahaha…!
Banyak pemuda-pemudi yang pamer ‘zina’ tanpa malu-malu. Jika
di jaman Nabi Musa as hari Sabtu adalah hari special buat Tuhan, maka bagi
generasi ‘Hallo Selebriti’, Sabtu hari khusus buat pasangan. Ringkasnya:
pelajaran apa yang kita dapat sebagai pemuda dari tayangan minus yang tercermin
dari para artis tersebut?
Mereka mengajarkan bahwa malu itu tak perlu. Mereka memang
ahlinya soal itu. Karena malu bagi para penampil adalah soal yang tabu. Karenanya,
meski sudah memalukan begitu rupa, tetap saja PeDe lagi di depan kamera. Jadi
ini adalah pelajaran yang salah kaprah soal rasa malu.
Kalaupun misalnya tetap ingin jadi artis, mestinya
tampillah beda dari sebelumnya. Sebagai penyanyi, bikin kek album reliji,
misalnya! Atau sebagai wanita ganti tampilan dengan berjilbab, misalnya? Itu
yang mesti dilakukan jika ingin tunjukkan diri menyesal, tobat dan sama sekali
tak punya niat untuk berbuat konyol apalagi tolol seperti sebelumnya. Tapi
dasar lacur, mengupdate rokok dan pembalut lebih penting di atas segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar