Posting Ke-19
Balik lagi ke post soal bahwa saya orang baik, hehehe…!
Sebulan belakangan ada seorang yang menumpang tinggal di
tempat saya. Karena saya orang baik, maka saya tumpangi saja. Banyak teman yang
bertanya-tanya kenapa saya berani menerima orang tak dikenal itu untuk tinggal
di tempat saya. Lagipula salah seorang dari mereka rupanya ada yang ‘sedikit’
kenal dan tau sejarah ‘gelap’nya.
“Dia anak tak beres tuh”, katanya mengingatkan (lebih
tepatnya: memprovokasi) saya.
Selama ini setidaknya ada 2 syarat yang kita tetapkan dalam
memberi bantuan. Pertama, si penerima bantuan adalah pihak yang memang harus
dibantu. Tapi ada lagi syarat berikutnya: si penerima mestilah pihak yang
memang boleh dibantu.
Tiba-tiba saja ketika pulang kerja malam itu (habis lembur) dia nongol
di depan tempat tinggal saya. Ringkas cerita, dia ingin numpang tidur untuk
malam itu dan seterusnya (entah sampai kapan, hahaha…!) Bagi saya sih tak
masalah, sebab seperti yang pernah saya ceritakan di post terdahulu, bahwa saya
sering sekali dititipi Allah orang-orang yang butuh dibantu. Jadi meski kenal
atau tidak, yaa…saya bantu.
Persoalannya tak mudah teori saya ini diterima begitu saja
oleh banyak kerabat dan teman dekat saya. Intinya menurut mereka, syarat
memberi bantuan adalah si penerima memenuhi SEMUA syaratnya, bukan cuma salah
satunya. Teman yang menumpang ini sudah memenuhi syarat sah yang
pertama, tapi gagal di syarat kedua. Beda tafsir ini soal syarat ini cukup berbahaya. Intelektual saya
terancam dilecehkan. Saya sering sekali mengalaminya. Saya sering dikatai
‘BODOH’ dan ‘TERLALU BODOH’ gegara terlalu gampang memberi pinjaman misalnya
pada seorang teman.
“Ahh, bodohnya kau! Tak bakal dibalikin tuh, uangmu!”
Mestinya ini teman mendoakan yang baik-baik bagi saya,
bukan? Tidak malah sebaliknya. Tapi saya orangnya ikhlas, kok. Tak masalah
dikatakan bodoh oleh manusia, yang penting Tuhan lebih tahu niat baik saya.
Lagipula versi saya, jika mau menolong yaa, lakukan saja. Jika mau menyumbang
yaa, menyumbang saja. Tak perlu diselidiki siapa dan apa latar belakang si
penerima (peminta) sumbangan tersebut. Dalam memberi pahala Allah juga tak
pernah mengkaitkannya dengan dosa-dosa yang pernah dilakukan hambaNYA, bukan?
Apa jatah pahala bersedekah seseorang dibatalkan gara-gara dosa bergunjing dan
suka fitnah yang dilakukannya? Tidak, bukan?
Saya ikhlas dalam beramal baik. Saya tak ingin keikhlasan saya
berbuat baik ‘gugur’ hanya karena suka menelisik latar belakang pihak yang saya
bantu. Teman ini cuma butuh tempat tinggal. Karena bisa maka saya bantu. Begitu
saja. Soal bahwa dia ‘orang hitam’, itu soal lain. Tak ada urusannya dengan
saya. Toh, tentara musuh sekalipun dalam peperangan mesti dibantu dan diobati jika
mengalami luka-luka, bukan?
Urusan kita cuma soal amal baik. Urusan ganjaran
pahala atau dosa, serahkan saja pada Tuhan. Apalagi soal dosa orang lain, pasti
bukan urusan kita. Itulah kenapa kita dilarang bergunjing, apalagi memfitnah. Mengurus
dosa orang lain sama saja dengan menyalip kehendak Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar