Wuhahahaha…! Setelah puluhan kali
update status dengan tema gatal dan garuk, akhirnya saya dapat ganjaran juga.
Dijuluki sebagai Raja Garuk dan dipanggil monyet. Ada juga teman yang menyuruh saya kawin,
katanya biar tak menggaruk melulu, apa hubungannya, coba…? Dan yang paling
kejam saya dituding menderita kurap akut, wahahaha…! Dan anehnya lagi saya
bahagia dan malah bangga karena itu semua, hahahakkk…!
Nih...!
Lagi, nih....
Dan lagi....
Ada juga teman yang request, nih...! Sampai 2x, wkwkwk..!
Merasa makin nge-top dan punya
banyak fans, saya makin lupa diri, dan dengan Pe-De coba-coba bikin semacam
polling untuk pemilihan nama Fan Base saya, nih hasilnya, rata-rata memilih:
Para Penggaruk, wkwkwk…!
Oke, sampai saat ini saya masih meyakini visi Rasulullah
saat menyepakati butir poin Perjanjian Hudaibiyah yang ‘terlihat’ merugikan
tersebut. Saya memang belum menemukan alasan seseorang untuk murtad (selain
soal ekonomi dan pernikahan, seperti yang pernah saya bahas jauh sebelum post
ini, heheh..!). Masalahnya, ada persolan yang tak kalah bahayanya selain
murtad, yaitu syirik.
Syirik adalah murtad tak resmi. Bahayanya, syirik bisa
terjadi berkali-kali. Lebih bahayanya lagi, perbuatan syirik banyak terjadi
karena kita anggap remeh dan kita tak menyadarinya. Contoh kecilnya, soal air
zam-zam.
Oleh-oleh umum yang biasa kita dapat dari kerabat yang baru
pulang Haji atau Umrah di Mekah adalah air zam-zam. Begitu antusiasnya kita
terhadap oleh-oleh tersebut, sampai-sampai kecewa jika tak kebagian
mencicipinya. Berharap,dengan mencicipinya kita akan beroleh berkah. Ada yang berharap
kemudahan rejeki, enteng jodoh, anak-anak menjadi pintar, berotak encer dan
lain sebagainya. Itulah dia: syirik.
Benar, bahwa air zam-zam adalah salah satu mukjizat Allah
SWT yang diberikannya kepada Nabi Ismail. Tapi tidak lantas karena itu kita
mesti ‘beriman’ kepadanya, bukan? Banyak keajaiban yang diberikan Allah SWT
kepada manusia. Kita tidur dengan selamat tanpa gangguan dari banyak binatang
buas saja itu sudah merupakan suatu mukjizat. Sampai hari ini kita masih
selamat, meski tiap hari menyabung nyawa di keruwetan jalan raya, itu juga
mukjizat.
Tuhan Maha Berkehendak, terhadap segala sesuatunya. Apa
mauNYA cukup dengan ‘Kun Fayakun’. Begitu banyak keajaiban yang diperlihatkan
Tuhan agar kita selalu mengingat akan kebesaranNYA. Begitulah pula halnya
dengan air zam-zam tersebut. Dengan meminumnya, mestinya yang kita ingat adalah
soal kebesaran Allah, bahwa jika DIA sudah berkehendak, apa saja bisa terjadi.
Celakanya, banyak diantara kita yang masih ragu terhadapNYA. Untuk menyumbang
masih pikir-pikir kebutuhan yang lain? Padahal DIA sudah berjanji yang berderma
akan mendapat gantinya, berlipat-lipat. Ga percaya sama janji Allah, itu juga rawan
menjadi syirik.
Allah lah yang bisa membuat segala sesuatunya terjadi. Bukan
dokter yang menyembuhkan penyakit. Banyak malah dokter yang karena kelalaiannya
malah menyebabkan kematian pasiennya. Berharap hanya kepada Allah akan
mendatangkan rasa optimis dan syukur. Berharap kepada Ponari? Selain hanya
menghasilkan rasa cemas dan gugup, itu juga butuh biaya.
Jadi kenapa mesti berharap kepada air zam-zam? Kenapa mesti
minta kedamaian kepada Ratu Penunggu Laut? Kenapa untuk lulus UN, mesti minta
tolong kepada Ponari, si bocah yang SD saja belum tamat? Di mana penjelasan
ilmiahnya…?
Syirik itu berarti melecehkan Allah SWT. Emangnya bisa Allah
dibandingkan dengan seorang bocah SD? Jadi wajar kan, jika Allah tak bersedia mengampuni para
pelaku-pelaku syirik.
*Selamat Malam…! Mudah2an kita semua selalu dalam jalurNYA,
aamiin…!
Kalaupun ada yang mesti disayangkan adalah sikap yang
diambil oleh orangtuanya sendiri.
“Saya akan tetap menerima dia. Bagaimanapun, dia anak saya”,
kata ayah Asmirandah saat ditanya soal berita murtadnya sang anak.
Orangtua sebenarnya punya hak mutlak terhadap anaknya.
Bahkan saking besarnya wewenang orangtua, Allah sendiri menunggu ridho orangtua
sebelum memberikan ridhoNYA. Sayangnya, orangtua sekarang malah menyelewengkan
wewenang besar, kepercayaan dari Allah SWT tersebut. Wewenang yang besar juga
menuntut tanggungjawab yang besar.
Soal pendidikan anak boleh saja dilimpahkan kepada guru,
tapi soal pengawasan adalah tugasnya orangtua. Anak adalah tanggungjawab
mereka. Sudah tegas perintahnya, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”,
begitu kan,
kata Al-Qur’an? Baik buruknya anak adalah tanggungjawab orangtua.
Bagaimana mestinya sikap yang mesti diambil orangtua
Asmirandah terhadap anaknya itu? Umar bin Khattab, pernah menghukum cambuk
anaknya sendiri sampai mati, karena sang anak korup, bekerjasama dengan seorang
dalam berbuat tidak adil kepada orang lain.
Teladan dari Umar itulah yang
mestinya dijadikan pedoman bagi kita semua. Perbuatan dosa, meski Allah sendiri bisa mengampuninya,
sebagai bentuk rasa tanggungjawab terhadap perintah Allah SWT, Umar sendiri
yang memberinya hukuman.
Umar menghukum anaknya sendiri, sama seperti Nabi Muhammad
SAW yang bersabda akan memotong sendiri tangan Fatimah jika dia mencuri, meski
dosa yang diperbuat sang anak masih termasuk dalam dosa yang bisa diampuni oleh
Allah. Umar sadar bahwa perbuatan anaknya itu bisa mengganjal jatah surga
baginya kelak. Perbuatan murtad yang dilakukan oleh Asmirandah jelas dan tegas
adalah dosa besar yang takkan diampuni oleh Allah SWT. Mestinya orangtuanya
langsung saja bersikap tegas terhadap sang anak. Tak perlu lagi alasan ‘sayang
anak’ sebab cinta terhadap Allah SWT adalah di atas segalanya. Beri tindakan
yang bersungguh-sungguh, sebagai bukti rasa tanggungjawab terhadap amanat Allah
SWT. Bahkan kasarnya, jika perlu sang anak dibunuh saja sekalian.
Dibunuh…? Provokatif amat yak…?
Tapi jika saya berada pada posisi sebagai orangtuanya, tak
salah lagi, itulah pilihan yang akan saya ambil. Jika saya tak berani karena
‘sayang anak’ misalnya, saya akan sewa pembunuh bayaran. Persoalan hukum adalah
soal belakangan. Saya bisa saja berkelit, bahwa saya hanya sedang menjalankan
perintah agama saya untuk bertanggungjawab terhadap anak. Bagi saya aturan
agama di atas aturan Negara.
Tapi, Indonesiakan bukan
Negara Islam…?
Yak, itulah resikonya. Pun, saya akan hadapi. Garuklah, jika memang harus digaruk!. Perbuatan anak
yang saya tolerir akan mengakibatkan akhirat saya HILANG. Jadi lebih baik saya
pilih dunia saja yang hilang. Pasal 339 dan 340 KUHP, pembunuhan berencana,
hukuman mati? Saya akan hadapi. Saya pasti akan mati dengan bangga, menghadap
Allah dengan kepala tegak. karena saya mati dalam memperjuangkan amanatNYA.
*Selamat Malam. Mudah2an Allah SWT selalu menjaga aqidah kita semua, aamiin…!
Banyak penggemarnya yang menyayangkan murtadnya Asmirandah.
Tak sedikit yang menyalahkan suaminya, si Judas Rivano, ehh...
Saya sendiri, biasa aja tuh! Soalnya saya emang tak punya perasaan apa-apa tuh,
sama dia, hahaha…! Etapi, siapa juga yang mau peduli sama perasaan saya, yak…
Ada
banyak yang bersuara, bahwa Asmirandah mesti disuruh, jika perlu dipaksa
bertobat. Suara itu bukan berasal dari penggemarnya saja, pun juga termasuk
kalangan ulama dan kyai dari beberapa organisasi. Saya sendiri berpendapat sebaliknya.
Itu semua tak perlu. Ini bukan karena saya tak punya perasaan apa-apa sama
Asmirandah. Tapi jika kita mau menggunakan logika, saya yakin pendapat saya
bias diterima. Referensi saya langsung merujuk kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu poin dalam Perjanjian Hudaibiyah dulu, saat kaum
Muslimin bergerak menaklukkan Mekah adalah bahwa jika ada kaum Muslim yang
berbalik bergabung dengan kaum kafir Qurays, maka tidak boleh dikembalikan ke
pihak Muslim. Banyak sahabat yang tidak menyetujui poin ini, dianggap merugikan
sebab pada butir yang lain justru berbunyi sebaliknya: jika ada pihak Qurays
yang menyeberang ke pihak Rasulullah, maka mesti dikembalikan kepada mereka.
Sepintas, 2 poin perjanjian ini memang terlihat merugikan
pihak Muslimin. Tapi Rasulullah punya alas an tersendiri kenapa beliau bersedia
menerima butir-butir perjanjjian tersebut. Dan pendapatnya terbukti tepat dan
visioner. Kaum Quraiys yang memutuskan bergabung ke pihak Muslim tak mungkin
mau kembali ke pihak Quraiys. Sebaliknya, tak mungkin ada muslim yang murtad,
gabung ke pihak Quraiys. Kalaupun ada, berarti dia bukan muslim sejati, jadi
apa pentingnya?, begitu kira-kira alasan Rasulullah.
Inti dari ajaran Islam adalah 2 kalimat syahadat.
Barangsiapa yang mengucapkan 2 kalimat sakti tersebut Allah SWT sudah
menjanjikan syurga buatnya, meski akibat dosa-dosa dalam hidupnya mungkin akan
menyebabkan mampir dulu di neraka. Intinya, 2 kalimat syahadat itulah kunci
sorga yang telah dijanjikan Allah. Ibadah 100% pun akan MUSNAH, jika 2 kalimat
tersebut tidak dijaga baik. Sebaliknya, jika kuat menjaganya, ibadah kitapun
akan disempurnakan olehnya.
Soal ibadah dan segala filosopi yang terkandung di dalamnya
adalah ritual yang diperintahkan Allah terhadap hamba-hambaNYA, sama seperti
yang juga dilakukan oleh pemeluk agama/kepercayaan lain seperti yang
diperintahkan oleh ‘Tuhan Mereka’.
Ibadah adalah perintah Allah yang jika tidak dilakukan akan
mendapat ganjaran dosa. Tapi Allah Maha Pengampun. Semua dosa akan diampuni,
jika sang pendosa benar-benar taubat. Satu-satunya dosa yang tak diampuni oleh
Allah adalah dosa syirik, mempersekutukanNYA. Lebih percaya kepada dukun,
dokter, pohon, binatang atau penguasa laut, batu, gunung dan bahkan termasuk
kepada air zam-zam dan lain sebagainya. Mudah memahami kenapa Allah tidak
mengampuni perbuatan syirik, sebab syirik berarti melecehkanNYA. Dan syirik
dalam bentuk yang resmi adalah murtad. Kenapa resmi? Sebab semua yang murtad
pasti telah bersaksi, dan mengakui 2 kalimat syahadat tersebut. Dan keputusan
murtad itu adalah penegasan bahwa dia telah ingkar terhadap kesaksiannya
tersebut. Nah. Jika syirik saja, yang kebanyakan kita lakukan secara ‘tidak
sengaja atau sadar’ tidak diampuni oleh Allah, bagaimana lagi dengan murtad…?
Jadi kenapa mesti ngotot untuk menyuruh dan memaksa
Asmirandah tobat. Tuhan saja tidak mengampuninya, kenapa kita mesti repot-repot
untuk ‘memaafkannya’?
Buktikan, jika kau diremehkan. Lawan, jika kau dilecehkan.
Orang yang meremehkan biasanya adalah pihak yang buta terhadap orang yang
diremehkannya. Dihadapan bukti, pihak yang meremehkan akan takluk. Mudah memafkannya, gampang
memakluminya sebab hanya soal ketidaktahuan belaka. Pelaku criminal paling
sadis sekalipun, takkan bisa disentuh oleh hukum, jika dia melakukannya dalam
keadaan mabuk, tidak dalam keadaan sadar dan orang yang bermasalah kejiwaannya.
Bahkan Tuhan sendiri memaklumi perbuatan dosa yang dilakukan oleh pihak yang
tidak berpengetahuan.
Sebaliknya, pihak yang melecehkan biasanya sangat paham
terhadap siapa yang dilecehkannya. Pelaku pecelecehan biasanya adalah pihak
yang dalam keadaan lebih kuat. Dia mengerti sekali bahwa yang dilecehkannya
adalah pihak yang lebih lemah. Sulit untuk menang menghadapi yang lebih kuat,
tapi satu-satunya cara untuk menaklukkannya, yaa tentu saja dengan melakukan
perlawanan.
Apa yang bisa saya lakukan saat manejer memberi kontrak
permanent pada teman-teman yang lain, memperpanjang kontrak anak-anak baru dan
membuang saya. Dia pasti tidak sedang meremehkan saya. Saya tak perlu
membuktikan apapun, sebab dia pasti sangat mengerti saya. Diremehkan, biasanya
cuma soal penilaian terhadap kemampuan diri belaka, sedang pelecehan mencakup
semuanya diri kita, dianggap tidak ada. Jadi ini pelecehan, dan saya mesti
melawan. Sulit untuk menang, tapi gatal butuh digaruk.
Maka terjadilah. Kemaren, sekitar jam 10 pagi tempat kerja
saya geger (ga usah percaya, ini sudah saya lebih-lebihkan). Manuver spekulatif
saya jadi trending topic, kwkwkwk…! Sayang sekali tadi pagi, di Halo Selebriti
kok ga’ diberitain yak? Wkwkwk…!
Wooaaah…! Saya merasa menjadi seorang superhero. Aksi saya
jadi topic perbincangan seru. Semua teman menganggap saya pahlawan, inspirator
(ini tak asal bual, ada memang yang menganggapnya begitu J)
berani menunjuk jidat si Manejer. Semua mendukung saya.
Oke, saat itu dan sampai sekarang pun saya merasa KEREN.
Happy. Saya merasa keren, bukan karena berani terhadap manejer saya. Saya merasa
keren karena saya berani ambil sikap yang beda. Saya berani perjuangkan
hargadiri saya tanpa perlu kehilangan control diri (tak seperti scenario scrip
ending (saja) novel yang saya posting sebelum ini, wkwkwk…!). Itu saja. Saya
keren! Jadi tolong jangan minta saya mencederainya. Tak perlu memprovokasi
untuk membuat saya lupa diri.
Saya keren, meski sedang galau, kwkwkwk…! Tak perlu
mengajari monyet menggaruk (Bah…!) Saya paham semua resikonya. Memang rejeki
urusan Tuhan, tapi soal kontrak kerja, itu manejer yang tentukan. Tugas kita
sebagai manusia adalah menjadi penyebab yang baik bagi orang lain. Tapi juga
tak perlu meyalahkan, mengatakan bahwa tak baik jadi penghambat rejeki orang
lain. Hebat sangat, mau menghambat kehendak Tuhan? Tuhan punya aneka jalan tak
terduga dalam memberi rejeki bagi hambaNYA, bukan…?
Kebetulan sekali saya sempat menghadiri sidang pembacaan
vonis penjara 3 bulan buat DePe atas kasus konfliknya dengan JuPe. Berikut
transkip sidangnya…
DePe : Pak Hakim, ini vonis
penjaranya betulan ya? Mmm…maksudnya, saya beneran akan di penjara?
Pak Hakim :Saudari terdakwa! Jaga mulut saudari ya!
Saudari pikir majelis ini main-main?
DePe :Maaf, Pak Hakim!
Pak Hakim :Saudari keberatan? Silakan banding!
DePe :Tentu saja saya keberatan, Pak
Hakim. Saya ini kan
cuma main-main. Maksudnya, konflik itu kan
cuma setingan saja. Sensasi, supaya film kami diminati publik.
Pak Hakim :APAAAA….?
DePe :Benar, Pak Hakim! Konfliknya
cuma pura-pura saja. Demi promosi belaka. Akting saja, Pak Hakim! AKTING!
Pak Hakim :Cuma acting? (seolah tak percaya)
DePe :Iya, Pak Hakim! Cuma acting.
Kami berdua kan
artis. Dalam dunia artis soal yang begituan mah, sudah biasa, Pak Hakim!
Pak Hakim :Jadi, semua cuma acting? (masih tak
percaya)
DePe :Iya, Pak Hakim! Cuma acting.
Pura-pura saja.
Pak Hakim :….(Cuma terdiam, seperti bingung. Syok
kali, wkwkwk…!)
DePe :Jadi gimana, Pak Hakim?
Pak Hakim :Gimana apanya?
DePe :Soal vonis penjara tadi. Masa
konfliknya cuma pura-pura, tapi penjaranya beneran? Ini tidak berkeadilan, Pak
Hakim!
Pak Hakim :Nah, karena itu! Karena itulah saudari
kami penjara. Malah bila perlu hukumannya bisa kami tambahkan, karena saudari
telah memberi keterangan palsu.
DePe :Maksudnya apa, Pak Hakim? Saya
ra mudeng!
Pak Hakim :Saudara kami penjara karena saudari itu
bego. BODOH…!
DePe :Bodoh gimana maksudnya, Pak
Hakim?
Pak Hakim : Katanya pura-pura, tapi kok urusannya
sampai di pengadilan begini? Katanya artis. Tapi masa akting berkelahi begitu
saja tak bisa? Artis macam apa saudari?
DePe :Ttapi, Pak Hakim!
Pak Hakim :Diam, atau hukumannya kami tambah,
karena saudari telah memberikan laporan dan keterangan palsu…?
DePe :Iyaa, Pak Hakim! Saya
mengerti.!
Begitu kelar
sidang, saya yang kebetulan berada tepat di sebelahnya (DePe) ditanya,
“Ehh…lu udah pernah dipenjara belum? Gimana ya, rasanya
dipenjara?”
Saya jawab saja, “Belum pernah, Mbak! Tapi yang pasti
setelah ini Mbak bakalan sering nongol di Halo Selebriti, tapi tak bisa
nontonnya, wkwkwkwk….!
Tulisan ini saya tulis karena sedang galau berat. Saya tak
ingin menyalahkan siapapun. Saya coba berkaca, untuk melihat bulu hidung
sendiri. Saya baca lagi semua postingan blog ini, berurut mulai dari awal. Dan
saya kaget sendiri, bahwa saya seperti sedang membaca sebuah buku yang aneh,
setidaknya bagi saya sendiri. Dibilang autobiographi keliru, sebab terlalu
banyak ngarangnya. Dibilang semacam kumpulan kolom budaya? Waah, terlalu jauh!
Tulisan saya terlalu pendek dan tanpa pemahaman yang berimbang. Lagipula saya
menulis lebih menggunakan perasaan ketimbang logika. Tapi menariknya, saya
seperti sedang melihat lagi hidup saya sebelumnya utuh, setidaknya sejak saya
menulis postingan pertama.
Saya seperti sedang membaca novel yang saking kelewat
panjangnya mesti disunat di sana-sini. Dan karena saya bukan novelis, maka
jadilah Rekreasi Hati ini sebagai novel yang aneh, putus di sana-sini, wkwkwk…!
Tapi baiknya, ini malah menantang saya untuk bikin novel sungguhan. Akhirnya
saya coba juga untuk menulis skrip novelnya. Kisah seorang penulis (blog),
sebut saja Mr. Fun yang selalu diremehkan, bahkan dilecehkan oleh atasannya. Dia
jatuh cinta pada seorang anak sekolah yang sedang PKL di tempat kerjanya itu.
Suatu hubungan yang aneh, kala seorang Mr.Fun jatuh cinta pada bocah yang oleh
teman-temannya dijuluki si Ratu Galau. (Bisa gawat ini, kalau orangnya baca,
wkwkwk…!) Makin aneh lagi, saat si Mr.Fun mengombal sembari menggigil, si Ratu
Galau malah enteng saja menanggapinya, mantap dan sembari tertawa-tawa. Tapi inti
cerita sebenarnya adalah soal hubungan antara pekerja dengan atasannya. Dan
karena saya tulis berdasar imajinasi yang sedang galau, jadilah kira-kira
endingnya, seperti berikut ini. Menggunakan gaya cerita dari sudut pandang orang ketiga.
Eng…ing…enggggg….! TM2000 mode on J
Dengan tenang dihampirinya sang manejer. Tapi itulah jenis
tenang yang berbahaya. Ada
banyak jenis bahaya. Tapi bahaya yang tak didugalah bahaya yang paling
berbahaya. Tanpa ada yang menduga tiba-tiba menyemburlah ludah dari mulutnya,
tepat di muka si Boss yang sama sekali tak menduga pula.
Selesai?
Keramaian istirahat siang tersebut sontak terhenti, sunyi.
Tenang, tapi tegang. Dan belum ada yang sempat bertanya-tanya, semua sudah
disuguhi pertunjukan selanjutnya. Adegan yang aneh, tapi masih sama seperti
sebelumnya, tak terduga. Dalam hitungan detik tangan sang Boss ditarik dan
disalaminya,
“Saya minta maaf, terutama soal ludah barusan. Dan sebagai
bukti bahwa ini permohonan maaf berasal dari kebesaran hati, saya punya hadiah
buat Bapak, harap diterima. Ini adalah buku karangan saya sendiri. Saya tulis,
cetak, terbitkan dan akan saya jual sendiri. Bapaklah orang pertama yang
mendapatkan buku saya. Saya minta do’anya supaya semua sesuai rencana, dan buku
saya laris, aamiin…! Permisi! Sampai jumpa di tempat lain lagi. Assalamualaikum!”
Suasana masih sama, tenang. Tapi ketegangannya meningkat.
Semua yang melihat masih menduga adegan apalagi yang akan terjadi berikutnya.
Tapi pertunjukan telah selesai. Dia berbalik, bersiap mau pulang. Hatinya puas
sekarang. Gatalnya sudah digaruk. Tak ada lagi yang perlu dijelaskan. Ludah itu
telah menjabarkan semuanya.
*Btw, ini kalau dijadikan ending suatu novel sungguhan
berjudul Gatal Garuk keren ga’ yak, wkwkwkwk….!