Halaman

28 Feb 2014

Dari Para Penggaruk

Wuhahahaha…! Setelah puluhan kali update status dengan tema gatal dan garuk, akhirnya saya dapat ganjaran juga. Dijuluki sebagai Raja Garuk dan dipanggil monyet. Ada juga teman yang menyuruh saya kawin, katanya biar tak menggaruk melulu, apa hubungannya, coba…? Dan yang paling kejam saya dituding menderita kurap akut, wahahaha…! Dan anehnya lagi saya bahagia dan malah bangga karena itu semua, hahahakkk…!

Nih...!
































Lagi, nih....

































Dan lagi....


Ada juga teman yang request, nih...! Sampai 2x, wkwkwk..!


Merasa makin nge-top dan punya banyak fans, saya makin lupa diri, dan dengan Pe-De coba-coba bikin semacam polling untuk pemilihan nama Fan Base saya, nih hasilnya, rata-rata memilih: Para Penggaruk, wkwkwk…!


































 
 
 
 
Sekian, Selamat Pagi... :)

27 Feb 2014

Syirik Itu Murtad Juga

Sambungan lagi nih…!

Oke, sampai saat ini saya masih meyakini visi Rasulullah saat menyepakati butir poin Perjanjian Hudaibiyah yang ‘terlihat’ merugikan tersebut. Saya memang belum menemukan alasan seseorang untuk murtad (selain soal ekonomi dan pernikahan, seperti yang pernah saya bahas jauh sebelum post ini, heheh..!). Masalahnya, ada persolan yang tak kalah bahayanya selain murtad, yaitu syirik.

Syirik adalah murtad tak resmi. Bahayanya, syirik bisa terjadi berkali-kali. Lebih bahayanya lagi, perbuatan syirik banyak terjadi karena kita anggap remeh dan kita tak menyadarinya. Contoh kecilnya, soal air zam-zam.

Oleh-oleh umum yang biasa kita dapat dari kerabat yang baru pulang Haji atau Umrah di Mekah adalah air zam-zam. Begitu antusiasnya kita terhadap oleh-oleh tersebut, sampai-sampai kecewa jika tak kebagian mencicipinya. Berharap,dengan mencicipinya kita akan beroleh berkah. Ada yang berharap kemudahan rejeki, enteng jodoh, anak-anak menjadi pintar, berotak encer dan lain sebagainya. Itulah dia: syirik.

Benar, bahwa air zam-zam adalah salah satu mukjizat Allah SWT yang diberikannya kepada Nabi Ismail. Tapi tidak lantas karena itu kita mesti ‘beriman’ kepadanya, bukan? Banyak keajaiban yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Kita tidur dengan selamat tanpa gangguan dari banyak binatang buas saja itu sudah merupakan suatu mukjizat. Sampai hari ini kita masih selamat, meski tiap hari menyabung nyawa di keruwetan jalan raya, itu juga mukjizat.

Tuhan Maha Berkehendak, terhadap segala sesuatunya. Apa mauNYA cukup dengan ‘Kun Fayakun’. Begitu banyak keajaiban yang diperlihatkan Tuhan agar kita selalu mengingat akan kebesaranNYA. Begitulah pula halnya dengan air zam-zam tersebut. Dengan meminumnya, mestinya yang kita ingat adalah soal kebesaran Allah, bahwa jika DIA sudah berkehendak, apa saja bisa terjadi. Celakanya, banyak diantara kita yang masih ragu terhadapNYA. Untuk menyumbang masih pikir-pikir kebutuhan yang lain? Padahal DIA sudah berjanji yang berderma akan mendapat gantinya, berlipat-lipat. Ga percaya sama janji Allah, itu juga rawan menjadi syirik.

Allah lah yang bisa membuat segala sesuatunya terjadi. Bukan dokter yang menyembuhkan penyakit. Banyak malah dokter yang karena kelalaiannya malah menyebabkan kematian pasiennya. Berharap hanya kepada Allah akan mendatangkan rasa optimis dan syukur. Berharap kepada Ponari? Selain hanya menghasilkan rasa cemas dan gugup, itu juga butuh biaya.

Jadi kenapa mesti berharap kepada air zam-zam? Kenapa mesti minta kedamaian kepada Ratu Penunggu Laut? Kenapa untuk lulus UN, mesti minta tolong kepada Ponari, si bocah yang SD saja belum tamat? Di mana penjelasan ilmiahnya…?

Syirik itu berarti melecehkan Allah SWT. Emangnya bisa Allah dibandingkan dengan seorang bocah SD? Jadi wajar kan, jika Allah tak bersedia mengampuni para pelaku-pelaku syirik.

*Selamat Malam…! Mudah2an kita semua selalu dalam jalurNYA, aamiin…!

Menggaruklah, Jika Harus Menggaruk!

Sambungan post sebelumnya…

Kalaupun ada yang mesti disayangkan adalah sikap yang diambil oleh orangtuanya sendiri.

“Saya akan tetap menerima dia. Bagaimanapun, dia anak saya”, kata ayah Asmirandah saat ditanya soal berita murtadnya sang anak.

Orangtua sebenarnya punya hak mutlak terhadap anaknya. Bahkan saking besarnya wewenang orangtua, Allah sendiri menunggu ridho orangtua sebelum memberikan ridhoNYA. Sayangnya, orangtua sekarang malah menyelewengkan wewenang besar, kepercayaan dari Allah SWT tersebut. Wewenang yang besar juga menuntut tanggungjawab yang besar.

Soal pendidikan anak boleh saja dilimpahkan kepada guru, tapi soal pengawasan adalah tugasnya orangtua. Anak adalah tanggungjawab mereka. Sudah tegas perintahnya, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, begitu kan, kata Al-Qur’an? Baik buruknya anak adalah tanggungjawab orangtua.

Bagaimana mestinya sikap yang mesti diambil orangtua Asmirandah terhadap anaknya itu? Umar bin Khattab, pernah menghukum cambuk anaknya sendiri sampai mati, karena sang anak korup, bekerjasama dengan seorang dalam berbuat tidak adil kepada orang lain.
 
Teladan dari Umar itulah yang mestinya dijadikan pedoman bagi kita semua. Perbuatan dosa, meski Allah sendiri bisa mengampuninya, sebagai bentuk rasa tanggungjawab terhadap perintah Allah SWT, Umar sendiri yang memberinya hukuman.

Umar menghukum anaknya sendiri, sama seperti Nabi Muhammad SAW yang bersabda akan memotong sendiri tangan Fatimah jika dia mencuri, meski dosa yang diperbuat sang anak masih termasuk dalam dosa yang bisa diampuni oleh Allah. Umar sadar bahwa perbuatan anaknya itu bisa mengganjal jatah surga baginya kelak. Perbuatan murtad yang dilakukan oleh Asmirandah jelas dan tegas adalah dosa besar yang takkan diampuni oleh Allah SWT. Mestinya orangtuanya langsung saja bersikap tegas terhadap sang anak. Tak perlu lagi alasan ‘sayang anak’ sebab cinta terhadap Allah SWT adalah di atas segalanya. Beri tindakan yang bersungguh-sungguh, sebagai bukti rasa tanggungjawab terhadap amanat Allah SWT. Bahkan kasarnya, jika perlu sang anak dibunuh saja sekalian.

Dibunuh…? Provokatif amat yak…?

Tapi jika saya berada pada posisi sebagai orangtuanya, tak salah lagi, itulah pilihan yang akan saya ambil. Jika saya tak berani karena ‘sayang anak’ misalnya, saya akan sewa pembunuh bayaran. Persoalan hukum adalah soal belakangan. Saya bisa saja berkelit, bahwa saya hanya sedang menjalankan perintah agama saya untuk bertanggungjawab terhadap anak. Bagi saya aturan agama di atas aturan Negara.

Tapi, Indonesia kan bukan Negara Islam…?

Yak, itulah resikonya. Pun, saya akan hadapi. Garuklah, jika memang harus digaruk!. Perbuatan anak yang saya tolerir akan mengakibatkan akhirat saya HILANG. Jadi lebih baik saya pilih dunia saja yang hilang. Pasal 339 dan 340 KUHP, pembunuhan berencana, hukuman mati? Saya akan hadapi. Saya pasti akan mati dengan bangga, menghadap Allah dengan kepala tegak. karena saya mati dalam memperjuangkan amanatNYA.

*Selamat Malam. Mudah2an Allah SWT selalu menjaga aqidah kita semua, aamiin…!

26 Feb 2014

Murtad? Biarkan Saja!

Banyak penggemarnya yang menyayangkan murtadnya Asmirandah. Tak sedikit yang menyalahkan suaminya, si Judas Rivano, ehh... Saya sendiri, biasa aja tuh! Soalnya saya emang tak punya perasaan apa-apa tuh, sama dia, hahaha…! Etapi, siapa juga yang mau peduli sama perasaan saya, yak… 

Ada banyak yang bersuara, bahwa Asmirandah mesti disuruh, jika perlu dipaksa bertobat. Suara itu bukan berasal dari penggemarnya saja, pun juga termasuk kalangan ulama dan kyai dari beberapa organisasi. Saya sendiri berpendapat sebaliknya. Itu semua tak perlu. Ini bukan karena saya tak punya perasaan apa-apa sama Asmirandah. Tapi jika kita mau menggunakan logika, saya yakin pendapat saya bias diterima. Referensi saya langsung merujuk kepada Nabi Muhammad SAW.

Salah satu poin dalam Perjanjian Hudaibiyah dulu, saat kaum Muslimin bergerak menaklukkan Mekah adalah bahwa jika ada kaum Muslim yang berbalik bergabung dengan kaum kafir Qurays, maka tidak boleh dikembalikan ke pihak Muslim. Banyak sahabat yang tidak menyetujui poin ini, dianggap merugikan sebab pada butir yang lain justru berbunyi sebaliknya: jika ada pihak Qurays yang menyeberang ke pihak Rasulullah, maka mesti dikembalikan kepada mereka.

Sepintas, 2 poin perjanjian ini memang terlihat merugikan pihak Muslimin. Tapi Rasulullah punya alas an tersendiri kenapa beliau bersedia menerima butir-butir perjanjjian tersebut. Dan pendapatnya terbukti tepat dan visioner. Kaum Quraiys yang memutuskan bergabung ke pihak Muslim tak mungkin mau kembali ke pihak Quraiys. Sebaliknya, tak mungkin ada muslim yang murtad, gabung ke pihak Quraiys. Kalaupun ada, berarti dia bukan muslim sejati, jadi apa pentingnya?, begitu kira-kira alasan Rasulullah.

Inti dari ajaran Islam adalah 2 kalimat syahadat. Barangsiapa yang mengucapkan 2 kalimat sakti tersebut Allah SWT sudah menjanjikan syurga buatnya, meski akibat dosa-dosa dalam hidupnya mungkin akan menyebabkan mampir dulu di neraka. Intinya, 2 kalimat syahadat itulah kunci sorga yang telah dijanjikan Allah. Ibadah 100% pun akan MUSNAH, jika 2 kalimat tersebut tidak dijaga baik. Sebaliknya, jika kuat menjaganya, ibadah kitapun akan disempurnakan olehnya.

Soal ibadah dan segala filosopi yang terkandung di dalamnya adalah ritual yang diperintahkan Allah terhadap hamba-hambaNYA, sama seperti yang juga dilakukan oleh pemeluk agama/kepercayaan lain seperti yang diperintahkan oleh ‘Tuhan Mereka’.

Ibadah adalah perintah Allah yang jika tidak dilakukan akan mendapat ganjaran dosa. Tapi Allah Maha Pengampun. Semua dosa akan diampuni, jika sang pendosa benar-benar taubat. Satu-satunya dosa yang tak diampuni oleh Allah adalah dosa syirik, mempersekutukanNYA. Lebih percaya kepada dukun, dokter, pohon, binatang atau penguasa laut, batu, gunung dan bahkan termasuk kepada air zam-zam dan lain sebagainya. Mudah memahami kenapa Allah tidak mengampuni perbuatan syirik, sebab syirik berarti melecehkanNYA. Dan syirik dalam bentuk yang resmi adalah murtad. Kenapa resmi? Sebab semua yang murtad pasti telah bersaksi, dan mengakui 2 kalimat syahadat tersebut. Dan keputusan murtad itu adalah penegasan bahwa dia telah ingkar terhadap kesaksiannya tersebut. Nah. Jika syirik saja, yang kebanyakan kita lakukan secara ‘tidak sengaja atau sadar’ tidak diampuni oleh Allah, bagaimana lagi dengan murtad…?

Jadi kenapa mesti ngotot untuk menyuruh dan memaksa Asmirandah tobat. Tuhan saja tidak mengampuninya, kenapa kita mesti repot-repot untuk ‘memaafkannya’?

*Selamat Siang…! Masih bersambung…

14 Feb 2014

Diremehkan? Buktikan! Dilecehkan? Lawan!

Buktikan, jika kau diremehkan. Lawan, jika kau dilecehkan. Orang yang meremehkan biasanya adalah pihak yang buta terhadap orang yang diremehkannya. Dihadapan bukti, pihak yang meremehkan akan takluk. Mudah memafkannya, gampang memakluminya sebab hanya soal ketidaktahuan belaka. Pelaku criminal paling sadis sekalipun, takkan bisa disentuh oleh hukum, jika dia melakukannya dalam keadaan mabuk, tidak dalam keadaan sadar dan orang yang bermasalah kejiwaannya. Bahkan Tuhan sendiri memaklumi perbuatan dosa yang dilakukan oleh pihak yang tidak berpengetahuan.

Sebaliknya, pihak yang melecehkan biasanya sangat paham terhadap siapa yang dilecehkannya. Pelaku pecelecehan biasanya adalah pihak yang dalam keadaan lebih kuat. Dia mengerti sekali bahwa yang dilecehkannya adalah pihak yang lebih lemah. Sulit untuk menang menghadapi yang lebih kuat, tapi satu-satunya cara untuk menaklukkannya, yaa tentu saja dengan melakukan perlawanan.

Apa yang bisa saya lakukan saat manejer memberi kontrak permanent pada teman-teman yang lain, memperpanjang kontrak anak-anak baru dan membuang saya. Dia pasti tidak sedang meremehkan saya. Saya tak perlu membuktikan apapun, sebab dia pasti sangat mengerti saya. Diremehkan, biasanya cuma soal penilaian terhadap kemampuan diri belaka, sedang pelecehan mencakup semuanya diri kita, dianggap tidak ada. Jadi ini pelecehan, dan saya mesti melawan. Sulit untuk menang, tapi gatal butuh digaruk.

Maka terjadilah. Kemaren, sekitar jam 10 pagi tempat kerja saya geger (ga usah percaya, ini sudah saya lebih-lebihkan). Manuver spekulatif saya jadi trending topic, kwkwkwk…! Sayang sekali tadi pagi, di Halo Selebriti kok ga’ diberitain yak? Wkwkwk…!

Wooaaah…! Saya merasa menjadi seorang superhero. Aksi saya jadi topic perbincangan seru. Semua teman menganggap saya pahlawan, inspirator (ini tak asal bual, ada memang yang menganggapnya begitu J) berani menunjuk jidat si Manejer. Semua mendukung saya.

Oke, saat itu dan sampai sekarang pun saya merasa KEREN. Happy. Saya merasa keren, bukan karena berani terhadap manejer saya. Saya merasa keren karena saya berani ambil sikap yang beda. Saya berani perjuangkan hargadiri saya tanpa perlu kehilangan control diri (tak seperti scenario scrip ending (saja) novel yang saya posting sebelum ini, wkwkwk…!). Itu saja. Saya keren! Jadi tolong jangan minta saya mencederainya. Tak perlu memprovokasi untuk membuat saya lupa diri.

“Kenapa tadi tak ditonjok saja, pasti seru tuh…!”

“Apa yang mesti ditakutkan? Sama-sama menggaruk pun, kalau gatal. Udah, hajar saja…!”

Saya keren, meski sedang galau, kwkwkwk…! Tak perlu mengajari monyet menggaruk (Bah…!) Saya paham semua resikonya. Memang rejeki urusan Tuhan, tapi soal kontrak kerja, itu manejer yang tentukan. Tugas kita sebagai manusia adalah menjadi penyebab yang baik bagi orang lain. Tapi juga tak perlu meyalahkan, mengatakan bahwa tak baik jadi penghambat rejeki orang lain. Hebat sangat, mau menghambat kehendak Tuhan? Tuhan punya aneka jalan tak terduga dalam memberi rejeki bagi hambaNYA, bukan…?

10 Feb 2014

Kasusnya Pura-pura, Tapi Penjaranya Nyata

-->
Kebetulan sekali saya sempat menghadiri sidang pembacaan vonis penjara 3 bulan buat DePe atas kasus konfliknya dengan JuPe. Berikut transkip sidangnya…


DePe                : Pak Hakim, ini vonis penjaranya betulan ya? Mmm…maksudnya, saya beneran akan di penjara?

Pak Hakim       :Saudari terdakwa! Jaga mulut saudari ya! Saudari pikir majelis ini main-main?

DePe                :Maaf, Pak Hakim!

Pak Hakim       :Saudari keberatan? Silakan banding!

DePe                :Tentu saja saya keberatan, Pak Hakim. Saya ini kan cuma main-main. Maksudnya, konflik itu kan cuma setingan saja. Sensasi, supaya film kami diminati publik.

Pak Hakim       :APAAAA….?

DePe                :Benar, Pak Hakim! Konfliknya cuma pura-pura saja. Demi promosi belaka. Akting saja, Pak Hakim! AKTING!

Pak Hakim       :Cuma acting? (seolah tak percaya)

DePe                :Iya, Pak Hakim! Cuma acting. Kami berdua kan artis. Dalam dunia artis soal yang begituan mah, sudah biasa, Pak Hakim!

Pak Hakim       :Jadi, semua cuma acting? (masih tak percaya)

DePe                :Iya, Pak Hakim! Cuma acting. Pura-pura saja.

Pak Hakim       :….(Cuma terdiam, seperti bingung. Syok kali, wkwkwk…!)

DePe                :Jadi gimana, Pak Hakim?

Pak Hakim       :Gimana apanya?

DePe                :Soal vonis penjara tadi. Masa konfliknya cuma pura-pura, tapi penjaranya beneran? Ini tidak berkeadilan, Pak Hakim!

Pak Hakim       :Nah, karena itu! Karena itulah saudari kami penjara. Malah bila perlu hukumannya bisa kami tambahkan, karena saudari telah memberi keterangan palsu.

DePe                :Maksudnya apa, Pak Hakim? Saya ra mudeng!

Pak Hakim       :Saudara kami penjara karena saudari itu bego. BODOH…!

DePe                :Bodoh gimana maksudnya, Pak Hakim?

Pak Hakim       : Katanya pura-pura, tapi kok urusannya sampai di pengadilan begini? Katanya artis. Tapi masa akting berkelahi begitu saja tak bisa? Artis macam apa saudari?

DePe                :Ttapi, Pak Hakim!

Pak Hakim       :Diam, atau hukumannya kami tambah, karena saudari telah memberikan laporan dan keterangan palsu…?

DePe                :Iyaa, Pak Hakim! Saya mengerti.!


Begitu kelar sidang, saya yang kebetulan berada tepat di sebelahnya (DePe) ditanya,
“Ehh…lu udah pernah dipenjara belum? Gimana ya, rasanya dipenjara?”

Saya jawab saja, “Belum pernah, Mbak! Tapi yang pasti setelah ini Mbak bakalan sering nongol di Halo Selebriti, tapi tak bisa nontonnya, wkwkwkwk….!


*Selamat Malam J

9 Feb 2014

Rekreasi Galau

Tulisan ini saya tulis karena sedang galau berat. Saya tak ingin menyalahkan siapapun. Saya coba berkaca, untuk melihat bulu hidung sendiri. Saya baca lagi semua postingan blog ini, berurut mulai dari awal. Dan saya kaget sendiri, bahwa saya seperti sedang membaca sebuah buku yang aneh, setidaknya bagi saya sendiri. Dibilang autobiographi keliru, sebab terlalu banyak ngarangnya. Dibilang semacam kumpulan kolom budaya? Waah, terlalu jauh! Tulisan saya terlalu pendek dan tanpa pemahaman yang berimbang. Lagipula saya menulis lebih menggunakan perasaan ketimbang logika. Tapi menariknya, saya seperti sedang melihat lagi hidup saya sebelumnya utuh, setidaknya sejak saya menulis postingan pertama.

Saya seperti sedang membaca novel yang saking kelewat panjangnya mesti disunat di sana-sini. Dan karena saya bukan novelis, maka jadilah Rekreasi Hati ini sebagai novel yang aneh, putus di sana-sini, wkwkwk…! Tapi baiknya, ini malah menantang saya untuk bikin novel sungguhan. Akhirnya saya coba juga untuk menulis skrip novelnya. Kisah seorang penulis (blog), sebut saja Mr. Fun yang selalu diremehkan, bahkan dilecehkan oleh atasannya. Dia jatuh cinta pada seorang anak sekolah yang sedang PKL di tempat kerjanya itu. Suatu hubungan yang aneh, kala seorang Mr.Fun jatuh cinta pada bocah yang oleh teman-temannya dijuluki si Ratu Galau. (Bisa gawat ini, kalau orangnya baca, wkwkwk…!) Makin aneh lagi, saat si Mr.Fun mengombal sembari menggigil, si Ratu Galau malah enteng saja menanggapinya, mantap dan sembari tertawa-tawa. Tapi inti cerita sebenarnya adalah soal hubungan antara pekerja dengan atasannya. Dan karena saya tulis berdasar imajinasi yang sedang galau, jadilah kira-kira endingnya, seperti berikut ini. Menggunakan gaya cerita dari sudut pandang orang ketiga.

Eng…ing…enggggg….! TM2000 mode on J

Dengan tenang dihampirinya sang manejer. Tapi itulah jenis tenang yang berbahaya. Ada banyak jenis bahaya. Tapi bahaya yang tak didugalah bahaya yang paling berbahaya. Tanpa ada yang menduga tiba-tiba menyemburlah ludah dari mulutnya, tepat di muka si Boss yang sama sekali tak menduga pula.

Selesai?

Keramaian istirahat siang tersebut sontak terhenti, sunyi. Tenang, tapi tegang. Dan belum ada yang sempat bertanya-tanya, semua sudah disuguhi pertunjukan selanjutnya. Adegan yang aneh, tapi masih sama seperti sebelumnya, tak terduga. Dalam hitungan detik tangan sang Boss ditarik dan disalaminya,

“Saya minta maaf, terutama soal ludah barusan. Dan sebagai bukti bahwa ini permohonan maaf berasal dari kebesaran hati, saya punya hadiah buat Bapak, harap diterima. Ini adalah buku karangan saya sendiri. Saya tulis, cetak, terbitkan dan akan saya jual sendiri. Bapaklah orang pertama yang mendapatkan buku saya. Saya minta do’anya supaya semua sesuai rencana, dan buku saya laris, aamiin…! Permisi! Sampai jumpa di tempat lain lagi. Assalamualaikum!”

Suasana masih sama, tenang. Tapi ketegangannya meningkat. Semua yang melihat masih menduga adegan apalagi yang akan terjadi berikutnya. Tapi pertunjukan telah selesai. Dia berbalik, bersiap mau pulang. Hatinya puas sekarang. Gatalnya sudah digaruk. Tak ada lagi yang perlu dijelaskan. Ludah itu telah menjabarkan semuanya. 

*Btw, ini kalau dijadikan ending suatu novel sungguhan berjudul Gatal Garuk keren ga’ yak, wkwkwkwk….!

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...