Akhirnya, tadi siang Jokowi resmi ditetapkan oleh Megawati
sebagai Capres dari partai PDIP untuk Pemilu mendatang. Saya takkan bahas soal
politik. Meski saya sepakat dengan tweet2-nya Trio Macan tentang pencitraan, konspirasi
global dan segala hal busuk lain yang berhubungan dengan Jokowi, tapi saya
punya alasan tersendiri, kenapa saya tak setuju Jokowi nyapres, dan ini tak ada
hubungannya sama sekali dengan politik. Saya hanya ingin bicara soal
keteladanan dan empati dari para pemimpin.
Begitu banyak pengangguran di negara kita. Di Batam, ribuan
calon pekerja berjubel tiap hari di dalam kawasan industri dalam rangka mencari
lowongan kerja. Padahal jangankan lowongan, karyawan permanent pun sudah banyak
yang di-PHK, disebabkan banyak hal. Intinya, banyak sekali yang butuh pekerjaan
sekarang ini. Saya sendiri, 2 minggu lalu baru saja ‘dipecat’ dari perusahaan
tempat saya bekerja. Saya sangat sedih, sebab itu artinya saya takkan pernah
lagi lewat di depan kamar Dian, wkwkwkw…!
Apa hubungannya dengan Jokowi nyapres? Kalau dikait-kaitkan
yaa…ada aja, hahahk…! Saat Jokowi dulu nekad ikut di Pilkada DKI, saya
sebenarnya sudah tak senang. Enak betul! Dia sudah punya kerjaan yang enak,
jabatan yang bagus, sebagai Walikota. Tapi begitu ada tawaran yang lebih bagus
lagi, sebagai Gubernur, seenaknya saja diterima. Tugasnya belum rampung sebagai
Walikota, pindah kerjaan jadi Gubernur.
Nah, sekarang dia sudah mau nyapres pula. Padahal,
kerjaannya sebagai Gubernur baru saja dimulai. Apa yang bisa kita teladani dari
pemimpin seperti itu? Bekerja suka-suka. Ada
tawaran pekerjaan baru yang lebih bagus, kerjaan lama ditinggal begitu saja. Ini
menghina semua orang yang sekarang sulit mencari pekerjaan, termasuk saya
sendiri.
Okelah, saya bias pahami kenapa waktu itu Solo dia
tinggalkan. Masa jabatannya saat itu memang tinggal ‘beberapa saat lagi’. Tapi
Jakarta? Belum juga 2 tahun. Hasil kerja-pun bias dibilang masih minus. Macet
belum teratasi. Banjir malah seolah-olah meledek janji kampanye dan kemampuannya
dalam memimpin Jakarta .
Saat daerah lain butuh hujan, bahkan sampai melakukan sholat istisqo’ segala, Jakarta malah berharap
tidak hujan. Hujan itu rahmat Allah. Itulah kenapa ada namanya sholat minta
hujan, yaa…istisqo’ itu.
Hujan itu dambaan manusia dari segala jenjang usia. Mulai
dari pelajar yang malas ke sekolah, pasti berharap hujan. Pasangan sejoli, baik
yang resmi maupun yang tak resmi, juga selalu berharap hujan yang akan menemani
syahdunya romantisme mereka. Begitu pula dengan yang tidak punya pasangan,
berharap hujan mampu melelapkan mereka dalam tidur. Saya sendiri sekarang sungguh berharap bakalan hujan lebat, biar Dian ga bisa jalan sama cowoknya, hahaha...! Apa yang membuat kita bisa tidur
nyenyak? Yaa…tidur di saat hujan.
Ehh…kok larinya ke hujan yak, haha..!
Maju sebagai Capres berarti Jokowi telah menghina dan
melecehkan semua para pencari kerja se-Indonesia. Mereka berpanas hujan memperbaiki nasib, sementara
Jokowi seenaknya saja pindah-pindah kerja. Jangan2 nanti setelah jadi Presiden
nanti, Indonesia
juga akan dia tinggalkan. Ingat, tahun 2016 nanti di Amerika juga akan ada
Pilpres-nya. Bisa aja kan , Jokowi minat ikut
Nyapres di sana ,
hahaha…!
*Selamat Pagi…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar