Halaman

25 Mei 2014

Trip To The Teachers Bag.2

Guru pertama, masih mengenali saya dengan sangat baik. Sebenarnya dia mulai mengajar di sana saat saya sudah kelas 2. Jadi 2 tahun saja dia mengenal saya. Usianya saat itu juga masih muda, paling sekitar 25-an tahun saja. Taksiran saya, sekarang dia baru beranjak 40 tahun. Walau begitu, saya sungguh tersanjung dia masih mengenali saya dengan sempurna. Itu jika dilihat, lagi-lagi dari kemampuannya menyebut nama lengkap saya yang memang sulit diingat. Asrul Khairi.

Saya bangga, sebab dia mampu mengingat meski saya mungkin bukanlah murid favoritnya. Mata pelajaran yang diajarkannya adalah malah salah satu yang saya tidak suka, yaitu bahasa Indonesia, hahaha…! Jangan kaget, kemampuan saya dalam menulis blog ini mungkin sama sekali tak ada hubungannya dengan Ibu itu, maaf L Lihat saja betapa kacaunya titik koma dalam setiap tulisan-tulisan saya. Tapi pasti, sedikit banyaknya kemampuan saya berbahasa Indonesia tentu saja gara-gara Ibu yang satu ini, hehe…! Saya hanya ingin menegaskan bahwa di masa sekolah dulu, nilai pelajaran mengarang saya sungguh memilukan, jika ukurannya adalah bagi seorang idola cilik . Dan jika Rekreasi Hati jadi diterbitkan beberapa saat lagi Insya Allah, aamiin…! namanya pasti akan saya cantumkan di bagian thanks point-nya. Mohon ingatkan, jika saya lupa, hehe…!

Guru berikutnya juga masih ingat saya. Dan bisa jadi saya adalah salah satu murid favorit seumur hidupnya. Sebaliknya, dia adalah juga salah seorang guru favorit saya dulu. Guru Matematika ini juga masih ingat saya nama lengkap saya. Guru ini sempat minta photo bareng yang sampai sekarang saya sesali, sebab tidak mengindahkannya. Padahal saat itu kami memang bawa khusus camera digital, Nikon DLSR 

Selain dengannya, seorang guru lain, cowok juga sempat saya salami. Tak ada kesan yang spesial, sebab sepertinya dia sudah lupa dengan saya. Saya menebak saja, sebab sikapnya datar meski tersenyum. Guru Bahasa Inggris. Ada yang ingat siapa, hehehe…?

Sebenarnya masih ada tiga atau empat orang guru saya lainnya yang masih mengajar saat itu. Hanya saja sedang tidak berada di tempat. Perjalanan di sekolah ditutup dengan menemui guru yang memang benar-benar telah saya niatkan untuk menemuinya. Guru inilah yang dulu kisahnya pernah saya posting di post-post sebelumnya.

Kepada yang lain, si Kecil sudah bilang bahwa tujuan saya ke sekolah ini adalah ‘hanya’ untuk menemuinya. Bikin risih sebenarnya, sebab terhadap guru-guru yang lain pun saya memendam kerinduan yang sama. Bedanya, terhadap yang satu ini saya punya ‘hutang’ yang ingin saya bayarkan. Ada urusan yang mesti dituntaskan.

“Dia ada di koperasi sekolah. Di sudut sana!”, kata guru-guru yang lain.

Sesampainya di sana ibu itu pun tercengang. Sama yang kecil dia masih ingat. Beberapa waktu sebelumnya mereka juga pernah bertemu di Jogja, saat si Ibu ikut dalam rombongan anak-anak Pramuka yang mengadakan kegiatan di sana. Sedang terhadap saya dan yang tengah dia lupa. Dia cuma bilang,

“Siapa diantara kalian yang namanya Asrul Khairi. Ibu cuma ingat nama yang itu”, katanya.

Kami berdua biarkan dia mengingat dan coba menebak sendiri.

“Yang ini, kan?”, katanya kepada si Kecil sambil menunjuk ke arah yang Si Tengah.

Alhamdulillah….! Saya gembira tebakannya salah. Sebab itu berarti saya masih terlihat lebih muda ketimbang yang Tengah, wahahaha…!

Setelah itu kami bercerita panjang lebar.  Kami di sini maksudnya mereka, sebab saya masih terlalu sibuk berpikir,

“Ibu ini dulu ngajar apa ya?”, hahaha….!

Tapi di sela-sela cerita akhirnya saya tahu juga, sebab di sebutkannya sendiri. Biologi, wkwkwk….!

Pantas saja saya tak ingat, sebab biologi adalah mata pelajaran yang terhadapnya saya merasa ngeri. Ketimbang pelajaran biologi, saya lebih suka sama guru biologi, ehh…hahaha…! Tapi itu juga kalau guru biologi itu namanya Dian Rawa Sari, wkwkwk… J  
Dan kisah di sana ditutup dengan sesi photo-photo (:



  





Yang muda duluan


 



Yang tengah berikutnya














Terakhir, Senior, hehehe... (:

Trip To The Teachers Bag.1

Tekad untuk bertemu guru yang pernah saya ceritakan dulu akhirnya terwujud juga, meski akhirnya cuma diikuti oleh kami yang cowok-cowok. Yang tak saya sadari si Rahmat, cowok yang paling kecil rupanya kemaren juga sudah melakukannya sendirian saja. Baiknya, dia bersedia ikut lagi demi menemani abang-abangnya yang sebenarnya sudah tak akrab lagi dengan sekolah itu. Berbeda dengan kami berdua yang cuma di sana 3 tahun saja, sampai tamat MTs, sementara dia dan juga 3 adik saya yang lain (cewek semua) bersekolah di sana selama 6 tahun, MTsN kelas satu sampai menamatkan MAN kelas 3-nya. Sekolah yang berbeda memang, tapi cuma di batas pagar. Lagipula banyak guru MTsN-nya yang juga mengajar di tingkat MAN-nya. Sudah begitu dia aktif pula di berbagai kegiatan sekolah, seperti Pramuka misalnya. Berbeda dengan saya,  OSIS belaka. Itupun cuma sebagai anggota biasa, hahaha…!

Sampai di gerbang sekolah, semua saling tolak mendahului masuk. Si kecil masuk sendirian dan kami berdua menunggu di luar tanpa kepastian. Tapi tekad, dan ingin bertemu guru itu, plus rasa bersalah seperti yang pernah dulu saya posting, saya akhirnya membulatkan hati kami untuk ikut menyusul ke dalam. Si kecil terlihat begitu akrab sama guru-guru lain yang memang banyak masih mengenalnya, meski sudah 10 tahun lebih tamat dari sana. Rata-rata guru-guru muda dan masih baru, sementara guru-guru yang mengajar saya dulu kebanyakan sudah pensiun dan atau pindah mengajar di sekolah lain. Sudah 17 tahun, euyyy…!

Dan yang menyebalkan, diantara beberapa guru baru itu ternyata ada seorang guru yang pernah menjadi kakak kelas saya. Di sekolah ini juga. Setingkat di atas saya dan satu kampung pula. Menyebalkan, karena dia tahu persis, meski nama lengkap saya dia lupa. Sebaliknya saya betul-betul buta akan dirinya, hahaha…! Sempat juga saya intip nama yang tertulis di badge-nya. Berhasil tahu nama, tapi gagal ingat siapa orangnya. Itulah kawan, kalau jadi murid sekolah itu mesti pintar dan atau badung, wkwkwk…! Biar semua terkenang akan kisah silammu, hehehe…!

Ibu Guru yang satu ini (cantik lho, dia, hehehe…!) kenal benar saya seluruhnya. Dimana saya tinggal, nama bahkan profesi bapak dan ibu saya pun dia tahu persis. Malangnya lagi, dia juga tahu persis di mana tempat dan teman-teman main saya, hahaha…! Terakhir, karena saya yang pemalu ini (cieeeh…ciehhh…!) ngotot untuk gengsi memperkenalkan nama lengkap, dia ngancam,

“Awas saja. Nanti kutanya langsung saja sama Bapakmu”, katanya, hahaha!

Saat itu saya benar-benar salah tingkah. Bukan karena orangnya cantik begitu. Kalau di kampung saya itu, wanita cantik itu sudah biasa sangat, haha…! Saya gelisah, sebab di dalam ruangan saya melihat sangat banyak guru-guru yang sebaya dengannya. Jangan-jangan bukan cuma dia yang mantan teman saya. Siapa tahu diantara mereka juga ada yang mantan teman saya lainnya, dan kemungkinan besarnya saya juga sudah lupa, hahaha…!  

Nah kan…!


“Hooooi, Siraul Nan Ebat….! Dah berapa lama balik kampung?”, kata seorang Ibu muda yang sudah terlihat tua (bisa kiamat ini kalau dia baca, hehe…!), wkwkwk… (:  

Dia manggil nama Facebook saya. Tapi yang ini bukan guru, cuma emak-emak penjual apa gitu, yang dulu mantan teman, ehh… bukan, musuh sekelas. Dia ini termasuk jajaran anak pintar, meski masih di bawah level saya, wkwkwk… J Di era komik Petruk dulu memang sesama anak pintar itu saling bermusuhan. Tak taulah, di jaman halo Selebriti begini. Masih begitu, kah? Dia kelihatannya pulang dari mengantar semacam dagangan ke kantin sekolah.  
Segitu dulu ya, ntar di sambung lagi….

21 Mei 2014

Presiden Tanpa Jabatan

Dunia politik tak butuh orang baik. Itulah kenapa tokoh2 seperti Ryamizard Ryacudu atau Hidayat Nurwahid tak mungkin jadi Presiden. Bahkan Antashari Azhar saja dipenjara lama dengan tuduhan membunuh. Karena mereka semua terlalu idealis.

Apa kurangnya Ryamizard Ryacudu? Saat kecil dijuluki si Hadits karena banyak hapal hadits. Di kalangan tentara dijuluki Pak Kyai. Sering jadi imam dan ceramah, dihormati santri dan pesantren, sebab konon bacaan Al-Qur’an-nya lebih fasih ketimbang Kyai-Kyai di pesantren. Asing, Barat terutama Amerika sangat takut terhadapnya. Bahkan Clinton dan Bush saja menjulukinya Die Hard, ckckckck…

Agamis, Pancasilais, Nasionalis dan patriot sejati. Presiden dan Wakil Presiden saja pernah dibentaknya karena terlalu mudah membiarkan asing masuk ke Aceh saat bencana tsunami menimpa Aceh terjadi. Saat masih berpangkat Kolonel saja, dia berani melawan Pak Harto yang saat itu Presiden memerintahkan melakukan sesuatu yang berbahaya bagi Negara (lupa, hehehe…). Pak Harto marah? Ternyata tidak, justru salut dan malah Ryamizard diberi promosi jabatan.

Saat batal diangkat jadi Panglima TNI oleh SBY yang merupakan teman seangkatannya di AKABRI, justru Ryamizard yang menenangkan TNI yang saat itu 90% mendukungnya dan siap melakukan apa saja yang akan diperintahkannya termasuk untuk melakukan kudeta. Ryamizard malah marah dan mengatakan bahwa Presiden adalah Panglima Tertinggi dan TNI harus membela dan menjaganya, ckckck…. (lagi)

Seorang Jendral yang begitu dihormati. Sampai-sampai seorang pengusaha Tionghoa terkenal pernah ditampar anak buahnya karena memanggilnya tanpa menyebut kata ‘Pak’.

Keras dan tegas dan tanpa pandang bulu. Suatu saat dia pernah menangkap seorang mafia kayu yang mengaku kerabat seorang petinggi. Apa jawab Ryamizard menghadapi intimidasi tersebut.

“Anak Presiden sekalipun akan kutangkap jika melanggar hukum, kutembak jika melawan”, katanya.

Bijaksana. Seorang wartawan pernah berkisah dan melihat langsung kejadiannya. Selepas Subuh kala bertugas menangani tsunami di Aceh dia mengumpulkan seluruh pasukannya yang berdarah Aceh. Awalnya dia perintahkan agar yang keluarganya jadi korban untuk memilih mundur, istirahat, ijin cuti atau tetap bertugas. Tak ada prajuritnya yang berani curhat. Akhirnya dia tanyai anggotanya itu satu-persatu, memeluk dan memberinya semangat.

Dialah yang dijuluki Jendral Perang, Jendral Tempur dan Jendral Sikat oleh media. Memimpin langsung paling depan masuk hutan dalam menumpas pemberontak saat jadi pimpinan pasukan PBB di Kamboja. Jendral Perang, karena dia sendiri Jendral yang menyupiri sendiri jeep-nya masuk hutan mengejar para pemberontak GAM.

“Malaysia kalau macam-macam sikat aja”, katanya saat kasus Sipadan Ligitan dengan Malaysia.

Itulah juga mungkin yang menyebabkan SBY batal mengangkatnya jadi Panglima TNI. Selain karena ditakuti asing, mungkin sekali SBY takut kalah wibawa, hehehe…!

Ryamizard adalah tokoh sempurna 100% untuk Indonesia. Tapi kita tak pernah mengenalinya karena memang media hampir tak pernah memberitakannya. Politik memang tak ramah terhadap orang baik.

20 Mei 2014

Big O Untuk Mata Najwa

Apalagi yang bisa saya harapkan sebagai rakyat? Idola atau tokoh-tokoh yang menginspirasi ternyata begitu mudah tergoda politik yang terkutuk. Menjadi wakil Jokowi bagi orang sekaliber JK adalah blunder besar. JK lebih cocok jadi Presiden atau Ketua RT.

Sebagai fans, tentu saja saya sungguh kecewa terhadap JK. Saya tidak asal nge-fans. Saya sungguh serius. Begitu ada isu nama JK muncul sebagai calon Wapres saja, saya sudah bereaksi keras. Tidak sekali dua saya mention JK agar jangan merendahkan dirinya sendiri. Apalagi bila cuma sebagai wakil Jokowi, JK telah melecehkan dirinya sendiri. Jadi jangan salahkan jika saya berniat ‘menjual’ JK. Saya punya beberapa buku tentang JK yang jika dirupiahkan nilainya mencapai hampir Rp 500.000,-. Ketimbang saya bakar karena kecewa, lebih baik saya jual saja. Toh, JK sendiri ternyata tak berani menghargai dirinya sendiri ):

Okelah, sebagai politisi sikap JK mungkin bisa dimaklumi. Karena di zona politik, kekuasaan adalah yang paling penting. Tapi bagi orang (yang mestinya) netral seperti wartawan atau jurnalis ternyata sama saja. Mereka lebih menTuhankan rating, pagerank atau uang. Jangan heran, jika sosok seperti Najwa Sihab pun rela menjual dirinya sendiri.

Tumben-tumbennya (minggu kemaren) Mata Najwa ambil tema sensitive seperti masalah HAM dalam suasana Pemilu begini. Saya bukan pendukung Prabowo. Tapi sebagai sesama pecinta Arsenal saya kecewa dengan Najwa. Dibayar berapa sih, Mba’. Butuh uang untuk update pembalut? Ingin jaga rating?

Mendengar nama Najwa saja orang-orang sudah kagum. Inilah wanita inspiratif. Wanita hebat yang punya program tipi sendiri. Idolanya para jurnalis muda. Tapi karir tinggi yang dibangun sendiri akhirnya juga dijatuhkannya sendiri pula, ke jurang hina yang sedalam-dalamnya. Dari seperti Oprah Winfrey-nya Indonesia, menukik tajam menjadi tak lebih dari wanita-wanita pembalut di gank Dolly. Yang dibeli hanya untuk dipakai sekali lalu dicampakkan begitu saja.

Padahal jika berani menolak dan terima segala konsekwensinya, saya jamin tipi-tipi lain akan berebut beroleh tandatangannya. Bahwa berita Mata Najwa menolak usung tema HAM saja saya yakin sudah menggoda tipi lain untuk menyodorkan proposal dengan aneka iming2 yang juga tak kalah nilainya pasti. Najwa mestinya belajar dari Liputan 6 yang dulu menguasai dunia informasi di televisi, tapi sekarang punah karena hancurkan reputasi sendiri. Sungguh, ketimbang terhadap Najwa, saya lebih menghormati host2, presenter2 dan tim redaksi Liputan 6 yang risegn gara-gara melulu harus beritakan citra Jokowi. Mereka jelas lebih hormat terhadap nuraninya sendiri.

Najwa tak punya niat untuk black campaigne? Susah dipercaya. Tapi okelah, sebagai fans buta saya percaya. Tapi apa iya Najwa sebodoh itu? Tak menyadari bahwa ia sedang ditunggangi pihak lain? Najwa silap dan ceroboh? Apapun alasannya, saya tak sudi nge-fans sama orang bodoh, suka silap dan ceroboh. Jadi, Stop Nonton Mata Najwa. Titik


Surat Untuk Ulama

Apapun pilihan politik Partai Demokrat, ketika Golkar putuskan bergabung ke poros Gerindra maka sudah dipastikan bahwa Calon Presiden Indonesia hanya 2 orang, Jokowi dan Prabowo. Siapa yang terbaik dari keduanya? Tak ada, malah Maha Buruk. Mari kita lihat satu-persatu. Tak perlu dari berbagai aspek. Cukup dari sisi yang paling pentingnya saja, AGAMA. Keduanya muslim, tapi…

Jokowi, benarkah muslim? Jujur saja, saat PKS tak mau gabung usung Jokowi di Pilkada Jakarta lalu saya mulai bertanya-tanya. Ada apa dengan Jokowi. Kenapa PKS tak mau usung Jokowi yang juga muslim, dan malah paksakan Hidayat Nurwahid yang sudah kehilangan momentum. Ternyata jawabannya, Jokowi tak mampu menjawab sama sekali pertanyaan-pertanyaan sepele tentang Islam yang diajukan PKS, seperti makna Ramadhan, konsep kepemimpinan dalam Islam, siapa khalifah yang jadi rule mode-nya jika terpilih jadi Gubernur, Apa arti al-amin, julukan Nabi Muhammada, dan lain sebagainya.

Makin lama makin terbukti ngawurnya Jokowi. Wudhu’, setelah cuci muka, langsung ke kaki. Makin parah, jadi imam sholat Dzuhur bacaan al-fatihah nya dijahar/dikeraskan, ckckck…! Maka tak heran, Jokowi adalah musuh yang mungkin satu-satunya konsisten sejak awal diserang PKS di media social seperti Twitter. Pokoknya asal bukan Jokowi.

Prabowo pun tak kalah ngawurnya. Diminta jadi imam nolak, dan malah menyuruh perempuan yang jadi imam. Mengkampanyekan dan ajak rakyatnya untuk menipu. Ambil uangnya, tapi tetap pilih Gerindra. Di keluarga gagal, jadi tentara dipecat. Terus-terang saya ogah milihnya.

2 calon yang Insya Allah akan jadi pemimpin Indonesia. Apa tanggapan MUI, ulama-ulama Islam Indonesia? Mestinya mereka segera bersuara? Indonesia akan dipimpin oleh orang-orang yang tak bisa jadi imam. Yang bahkan tentang sholat saja tak paham?

MUI dan ulama-ulama jangan cuma sibuk bicara soal-soal program TV yang tak mendidik. Media mainstream terlalu besar untuk dilawan. Hampir semua pemiliknya adalah Yahudi-yahudi dengan duit yang anlimitit. Bukan rahasia lagi jika mereka selalu berusaha memperdaya dan merusak Islam. Al-Qur’an sendiri telah membicarakan itu jauh sebelumnya. Umat Islamlah yang mesti diingatkan, bukan mereka yang perlu dipersoalkan. Itu sudah kodratnya.

Jangan cuma bicara bahwa rokok dan ceramah yang berpotensi memacetkan itu haram. Jangan cuma berfatwa soal Facebook dan social media lainnya. Dari situlah justru kita bisa dapat informasi dari sudut pandang yang lain. Memang lebih subjektif, tapi tentu saja lebih mudah menganalisanya.

Lebih baik ikut berjuang di dalamnya, bukan malah mempersoalkan halal haramnya. Banyak teman saya yang tiap waktu ‘adzan’ di Facebook. Banyak muslim dan muslimat remaja yang berdebat memperjuangkan agamanya di Twitter. Banyak diantara mereka yang masih labil. Terkadang juga mentok perkara dalil. Mereka butuh dukungan ulama seperti kalian, kan?

Ulama mestinya bersatu. Propaganda umat agar jangan pilih pemimpin yang tak bisa jadi imam. TV dan media mainstream tak kooperatif, provokasi di media social. PDIP sendiri telah mengakui bahwa suara mereka hancur di Pileg kemaren karena Twitter. Obama juga sukses jadi Presiden Amerika karena dukungan media social.

Jika scenario sesuai yang saya bayangkan, Golput akan besar. Desak Pemerintah untuk keluarkan PERPPU soal Golput Threshold, bahwa jika angka Golput mencapai sekian % Pilpres batal.

Umat Islam dalam bahaya. Indonesia adalah Islam yang paling diharapkan dunia. Islam Indonesia yang terbesar. Apa jadinya jika Indonesia dipimpin oleh yang tak mengerti Islam. Jokowi terpilih, Indonesia akan dipimpin Islam jadi-jadian + Ibukotanya, Jakarta akan diimami oleh Ahok. Relakah kalian dipimpin oleh mereka…..? Sudikah kalian jadi makmum mereka….?

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...