Tekad
untuk bertemu guru yang pernah saya ceritakan dulu akhirnya terwujud juga,
meski akhirnya cuma diikuti oleh kami yang cowok-cowok. Yang tak saya sadari si
Rahmat, cowok yang paling kecil rupanya kemaren juga sudah melakukannya
sendirian saja. Baiknya, dia bersedia ikut lagi demi menemani abang-abangnya
yang sebenarnya sudah tak akrab lagi dengan sekolah itu. Berbeda dengan kami
berdua yang cuma di sana 3 tahun saja, sampai tamat MTs, sementara dia dan juga
3 adik saya yang lain (cewek semua) bersekolah di sana selama 6 tahun, MTsN
kelas satu sampai menamatkan MAN kelas 3-nya. Sekolah yang berbeda memang, tapi
cuma di batas pagar. Lagipula banyak guru MTsN-nya yang juga mengajar di
tingkat MAN-nya. Sudah begitu dia aktif pula di berbagai kegiatan sekolah,
seperti Pramuka misalnya. Berbeda dengan saya,
OSIS belaka. Itupun cuma sebagai anggota biasa, hahaha…!
Sampai
di gerbang sekolah, semua saling tolak mendahului masuk. Si kecil masuk
sendirian dan kami berdua menunggu di luar tanpa kepastian. Tapi tekad, dan
ingin bertemu guru itu, plus rasa bersalah seperti yang pernah dulu saya
posting, saya akhirnya membulatkan hati kami untuk ikut menyusul ke dalam. Si
kecil terlihat begitu akrab sama guru-guru lain yang memang banyak masih
mengenalnya, meski sudah 10 tahun lebih tamat dari sana. Rata-rata guru-guru muda dan masih
baru, sementara guru-guru yang mengajar saya dulu kebanyakan sudah pensiun dan
atau pindah mengajar di sekolah lain. Sudah 17 tahun, euyyy…!
Dan
yang menyebalkan, diantara beberapa guru baru itu ternyata ada seorang guru
yang pernah menjadi kakak kelas saya. Di sekolah ini juga. Setingkat di atas
saya dan satu kampung pula. Menyebalkan, karena dia tahu persis, meski nama
lengkap saya dia lupa. Sebaliknya saya betul-betul buta akan dirinya, hahaha…! Sempat
juga saya intip nama yang tertulis di badge-nya. Berhasil tahu nama, tapi gagal
ingat siapa orangnya. Itulah kawan, kalau jadi murid sekolah itu mesti pintar
dan atau badung, wkwkwk…! Biar semua terkenang akan kisah silammu, hehehe…!
Ibu
Guru yang satu ini (cantik lho, dia, hehehe…!) kenal benar saya seluruhnya. Dimana
saya tinggal, nama bahkan profesi bapak dan ibu saya pun dia tahu persis.
Malangnya lagi, dia juga tahu persis di mana tempat dan teman-teman main saya,
hahaha…! Terakhir, karena saya yang pemalu ini (cieeeh…ciehhh…!) ngotot untuk
gengsi memperkenalkan nama lengkap, dia ngancam,
“Awas saja. Nanti kutanya langsung saja sama Bapakmu”, katanya, hahaha!
Saat itu saya benar-benar salah tingkah. Bukan karena orangnya cantik begitu. Kalau di kampung saya itu, wanita cantik itu sudah biasa sangat, haha…! Saya gelisah, sebab di dalam ruangan saya melihat sangat banyak guru-guru yang sebaya dengannya. Jangan-jangan bukan cuma dia yang mantan teman saya. Siapa tahu diantara mereka juga ada yang mantan teman saya lainnya, dan kemungkinan besarnya saya juga sudah lupa, hahaha…!
Nah kan…!
“Hooooi, Siraul Nan Ebat….! Dah berapa lama
balik kampung?”, kata seorang Ibu muda yang sudah terlihat tua (bisa kiamat ini
kalau dia baca, hehe…!), wkwkwk… (:
Dia
manggil nama Facebook saya. Tapi yang ini bukan guru, cuma emak-emak penjual
apa gitu, yang dulu mantan teman, ehh… bukan, musuh sekelas. Dia ini termasuk
jajaran anak pintar, meski masih di bawah level saya, wkwkwk… J Di era komik Petruk dulu memang
sesama anak pintar itu saling bermusuhan. Tak taulah, di jaman halo Selebriti
begini. Masih begitu, kah? Dia kelihatannya pulang dari mengantar semacam
dagangan ke kantin sekolah.
Segitu dulu
ya, ntar di sambung lagi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar