Halaman

12 Agu 2014

Gatal Itu Takdirnya Garuk Bag. 3

Lanjutan post yang ketinggalan dulu...

Pertama, mumpung masih sepi tamu, photo-photo lagi. Menunggu giliran, saya duduk di kursi tamu paling depan. Selesai photo-photo saya kembali dan ternyata di belakang saya duduk tadi ternyata teman sekerjaan dulu, wkwkw J Dia/mereka (mereka sudah suami istri, belum lama ini) adalah tamu, teman sekerjaan dulu yang pertama datang. Padahal mungkin masih sekitaran jam 2 siang? Lupa, tak ingat J
 
Sorenya giliran saya yang pegang kamera jadi photographer keluarga, sebab dari EO-nya sendiri juga sudah ada. Dan, orang pertama yang saya photo adalah (mantan) menejer, yang dulu memecat saya. Satu-satunya musuh saya selama bekerja di sana. Betapapun nyata kontribusi saya, tetap saja saya dibencinya. Sebaliknya, betapapun baik hatinya saya, benci dan dendam saya juga tak pernah terkikis, apalagi habis terhadapnya. Bedanya, saya mampu kontrol diri, meski juga butuh harga diri. Begitu sadar bahwa saya akan memotretnya, saya sempat terdiam. Tapi segera pula saya ambil keputusan. Saya tak ingin rusak kegembiraan adik, adik ipar dan seluruh makhluk yang hadir dalam pesta itu dengan berlaku tolol, bersikap konyol. Saya siapkan kamera, pasang tampang cuek seperti biasa dan semua berlaku normal bagi saya.
 
Beda saya, lain dia. Lihat saja betapa aneh pose-posenya yang saya dapat. Di saat yang lain fix bahkan termasuk anak-anak, dia salah tingkah sendiri, kan? Hahaha... Doakan saja Rekreasi Hati sukses dan dia termasuk salah seorang yang pertama akan saya beri dan gratis. Dan siapa saja nanti yang akan menyaksikannya, tolong di foto, bila perlu direkam reaksinya. Dokumentasi itu akan jadi salah satu barang paling berharga kalian buat saya, hahaha...
 








Ehh, kenapa tuh, Boss? Hahaha...!




Liatnya ke saya, donk! Hahaha...!





Kasian amat sih! Saya juga potographer ini...!

Dendam saya kepadanya memang luar biasa. Tapi Insya Allah efek dendam itu juga baik bagi saya. Doa orang teraniaya memang mustajab. Tuhan sendiri yang menggaransinya. Tapi saking dendamnya, saya justru tak ingin mendoakan yang buruk untuknya. Karena saya orang baik? Bukan, sebab untuk mendoakan yang baik-baik untuknya pun saya tak rela. Saya ingin lampiaskan sendiri dendam itu langsung kepadanya. Bukan dengan mencelakakannya. Saya ingin saya sendiri yang membuka hatinya. Saya ingin sendiri langsung yang membuatnya merasa menyesal, telah keliru. Saya tak ingin oranglain yang melakukannya. Kenapa? Yaa, karena begitu dendamnya saya terhadapnya L
 
Selesai photo-photo, manejer yang satunya lagi (yg pakai kacamata) meski kaget dan bingung, tapi menyalami saya. Salam pergaulan. Ini juga pertama kali saya merasakan langsung efek salaman gaya baru itu. Gaya salam tradisional biasa sering saya lakukan. Tapi salam pergaulan begitu, bersalaman yang ditutup dengan gaya saling mengepalkan tangan begitu sungguh jarang, kecuali terhadap teman-teman saja. Dan manejer yang berkacamata itu menyalami saya dengan salaman gaya baru itu. Dia bukan manejer saya. Dia manejer departemen lain. Dan meski sebagai manejer, dia tak menganggap saya sebagai bawahan. Gaya salaman itu yang menceritakannya kepada saya. Gaya salaman terhadap sesama teman.
 
Bagaimana dengan (mantan) manejer saya itu? J Jangankan salam pergaulan, salaman biasa saja tak mungkin. Sungguh, melihat gayanya saat saya photo-photo itu sungguh menghibur saya. Kasihan, dan bikin geli, wkwkwk J Tapi maaf ya, saya sendiri ogah menyalaminya. Bukan karena dendam lantas saya tak mau menyalaminya. Saya justru bertekad, bahwa dia sendiri nanti yang akan datang dan menyalami saya. Kapan? Hanya akan terjadi bila saya lebih sukses ‘hidup’ ketimbang dirinya. Itupun, bila saya juga sukses untuk membuatnya menyesal. Dan saat itu, gaya salamannya akan lebih mengharukan. Bisa-bisa salamannya  sambil mencium tangan saya, hahaha…. Ehhh, aamiin…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bukan Lewat Lagu

 Saat Eros mencipta sebuah lagu cinta, tentang Anugerah Terindah. Dan kau pun mulai meminta aku 'tuk mencipta sebuah lagu tentang cinta....