Halaman

26 Feb 2015

Ejakulasi Dini Bakat



Rasanya tak ada negara lain yang mampu menandingi semangat dan jiwa kompetitif seperti yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa saja bisa dijadikan event demi penyaluran bakat berkompetisi di Indonesia. Mulai dari ajang idol-idolan, antri gadget mahal, kompetisi rebutan zakat sampai pada antri beli bensin setiap kali harga bensin dinaikkan, demi penghematan walau seribu dua ribu rupiah belaka. Terakhir, lihat saja betapa antusiasnya orang-orang berkompetisi untuk menjadi serigala ganteng yang diadakan oleh SCTV bersama IM3.

Suatu modal yang sangat penting, demi eksistensi manusia bertahan dalam kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa kepunahan dinosaurus dari muka bumi adalah karena tak mampu berkompetisi dengan developer untuk mempertahankan wilayah tempat tinggalnya. Melihat semangat dan bakat yang kita miliki itu, betapa ironisnya ketika ternyata Indonesia masih saja miskin dengan prestasi.

Sebetulnya di usia-usia segar anak-anak Indonesia punya banyak prestasi membanggakan di level internasional. Hampir tiap tahun para pelajar kita merajai olimpiade Sains, Matematika dan sejenisnya. Pun dengan bidang olahraga. Indonesia punya pasukan cilik berjuluk Dream Team yang disegani di dunia catur. Sepakbola kelompok umur begitu pula. Indonesia bahkan sempat begitu disegani dan sering jadi juara Asia di periode-periode awal milenium baru kemaren. Persolannya, kenapa di usia matang kita justru menjadi loyo dan antiklimaks, ejakulasi dini? 

Dugaan saya sistim pendidikan kita yang anti prestasilah biang keroknya. Nilai sempurna di pelajaran lukis atau memasak misalnya tak menjamin mereka lulus sekolah jika di mata pelajaran primer bernilai jeblok. Orientasi pendidikan kita sangat tak ramah terhadap bakat dan kemampuan siswa. Jika pintar melukis, atau memasak, bakat itulah yang mestinya didorong, arahkan, bina dan kembangkan.

Gaya pendidikan kita tak pernah fokus untuk mencetak prestasi. Bayangkan saja jika di fakultas teknik pun masih diberi mata kuliah agama atau bahasa misalnya? Maka wajar, jika saat mulai bekerja pun mereka masih meraba-raba, berlindung dibalik tameng sekedar mencari pengalaman. Padahal betapa banyak data penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan manusia berhenti di umur 21 tahun, tepat di saat mereka lulus kuliah. Jika gaya pendidikan kita melulu seperti itu, saya duga hasilnya juga akan melulu begitu. Anti klimaks di usia puncak.

*Selamat petang….!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...