Rasanya tak ada negara lain yang
mampu menandingi semangat dan jiwa kompetitif seperti yang dimiliki bangsa
Indonesia. Apa saja bisa dijadikan event demi penyaluran bakat berkompetisi di
Indonesia. Mulai dari ajang idol-idolan, antri gadget mahal, kompetisi rebutan
zakat sampai pada antri beli bensin setiap kali harga bensin dinaikkan, demi
penghematan walau seribu dua ribu rupiah belaka. Terakhir, lihat saja betapa
antusiasnya orang-orang berkompetisi untuk menjadi serigala ganteng yang
diadakan oleh SCTV bersama IM3.
Suatu modal yang sangat penting,
demi eksistensi manusia bertahan dalam kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa
kepunahan dinosaurus dari muka bumi adalah karena tak mampu berkompetisi dengan
developer untuk mempertahankan wilayah tempat tinggalnya. Melihat semangat dan
bakat yang kita miliki itu, betapa ironisnya ketika ternyata Indonesia masih
saja miskin dengan prestasi.
Sebetulnya di usia-usia segar
anak-anak Indonesia punya banyak prestasi membanggakan di level internasional.
Hampir tiap tahun para pelajar kita merajai olimpiade Sains, Matematika dan
sejenisnya. Pun dengan bidang olahraga. Indonesia punya pasukan cilik berjuluk
Dream Team yang disegani di dunia catur. Sepakbola kelompok umur begitu pula.
Indonesia bahkan sempat begitu disegani dan sering jadi juara Asia di
periode-periode awal milenium baru kemaren. Persolannya, kenapa di usia matang
kita justru menjadi loyo dan antiklimaks, ejakulasi dini?
Dugaan saya sistim pendidikan
kita yang anti prestasilah biang keroknya. Nilai sempurna di pelajaran lukis
atau memasak misalnya tak menjamin mereka lulus sekolah jika di mata pelajaran
primer bernilai jeblok. Orientasi pendidikan kita sangat tak ramah terhadap
bakat dan kemampuan siswa. Jika pintar melukis, atau memasak, bakat itulah yang
mestinya didorong, arahkan, bina dan kembangkan.
Gaya pendidikan kita tak pernah
fokus untuk mencetak prestasi. Bayangkan saja jika di fakultas teknik pun masih
diberi mata kuliah agama atau bahasa misalnya? Maka wajar, jika saat mulai
bekerja pun mereka masih meraba-raba, berlindung dibalik tameng sekedar mencari
pengalaman. Padahal betapa banyak data penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan
manusia berhenti di umur 21 tahun, tepat di saat mereka lulus kuliah. Jika gaya
pendidikan kita melulu seperti itu, saya duga hasilnya juga akan melulu begitu.
Anti klimaks di usia puncak.
*Selamat petang….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar