Halaman

22 Apr 2015

Birokrasi Oreo

Soal-soal yang sederhana sebetulnya tak akan rumit jika tak dibuat rumit. Makan oreo misalnya. Demi menghormati prosedur yang telah digariskan produsennya, setelah membuka kemasan maka sepotong oreonya saya putar, jilat dan kemudian bingung. Entah saya yang kurang pengamatan, atau pihak oreonya yang kurang penjelasan, saya tak tahu ke mana seharusnya oreo itu mesti saya celupkan. Padahal oreonya sudah terlanjur saya jilat, hahaha….! Kejadian berikutnya ternyata berubah menjadi kerumitan panjang nan berliku.

Untuk menunggu iklan oreo selanjutnya mungkin butuh waktu yang tak pendek, padahal oreo sudah terlanjur dijilat. Karena saya pecinta kopi, maka atas inisiatif sendiri, saya putuskan itu oreo yang sudah dijilat akan saya celupkan ke dalam segelas kopi panas. 

Tapi persoalannya sungguh tak sesederhana itu. Untuk membuat segelas kopi panas itu juga tak mudah. 

“Rick, minta kopinya donk! Kopi saya habis, nih!”

“Busyeeeet, gula habis! Bang Yud, minta gula dikit yaa….!”

“Bu Kos, minta air panasnya yaa! Tukang galonnya kemana sih? Masa jam segini dah tutup?”

Padahal, walau ada, tapi ternyata gelas juga butuh dicuci dulu sebab semuanya kotor belum dicuci, hahaha….!

Sebab kasihan melihat seorang anggotanya yang repot padahal sedang diburu target, maka seorang komandan regu tim kerja berinisiatif mencarikannya sebuah meja kerja. Setelah menelusuri banyak tempat, akhirnya dia temukan apa yang dia cari, di departemen sebelah. Setelah bertanya pada seorang pekerja, dia mengetahui bahwa meja itu sudah lama tak dugunakan. Tapi prosesnya sungguh tak mudah. Sang pekerja musti lapor dulu pada supervisornya. Oke, satu urusan kelar, tapi baru satu. Demi taat prosedur kerja, ternyata masih panjang prosesnya. Sang komandan itu sendiri juga mesti lapor dulu pada supervisornya.

Sang supervisornya ternyata butuh melihat dulu seperti apa meja yang dimaksud. Setelah itu, karena mejanya akan dipindah lintas departeman, masing-masing manajer juga mesti menyetujui perpindahan asset tak terpakai tersebut. Sungguh tak mudah karena manejer departemen yang punya meja ternyata sedang tak berada di tempat. 

Demi mentaati birokrasi oreo, meja usang, asset tak terpakai itu akhirnya gagal berfungsi karena salah satu komponen yang berkepentingan terhadap urusannya sedang tak bisa mengurusnya. Padahal, di saat beberapa sosok penting itu sibuk mengurusnya, ternyata pekerjaan yang sedang dikerjakan sang anggota yang cuma tamatan SMP dan masih karyawan baru pula telah selesai, tanpa sibuk memikirkan meja kerja buatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...