Halaman

31 Mei 2015

FIFA Pilih Kasih



Beberapa saat setelah menjatuhkan sanksi buat Indonesia, saya sebagai wartawan imajiner yang mewakili pers Indonesia berkesempatan bertanya jawab dengan seorang petinggi FIFA. Lumayan nih, bahan post pertama project nulis bareng Juni yang diselenggarakan NulisBukuDotCom.

Saya                       :Kenapa kami disanksi, Pak!

FIFA                       :Kalian sudah keterlaluan. Beberapa kali PSSI buat kekacauan, tapi selalu kami maafkan. Padahal Korea Utara saja yang kasusnya ‘remeh’ tetap kami beri sanksi. Kami hanya ingin berlaku adil terhadap semua anggota.

Saya                       :Apa FIFA tak takut kehilangan puluhan juta pecinta sepakbola? Indonesia adalah supporter sepakbola terbaik di dunia, kan?

FIFA                       :Suporter terbaik, tapi sepakbolanya terburuk…?

Saya                       :Terburuk…? Kami punya liga terbaik di dunia. 

FIFA                       :Terbaik…? Hahaha….!

Saya                       :Dulu kami punya LPI dan LSI. Mana yang diakui FIFA?

FIFA                       :LPI. Sebab itu yang di bawah naungan PSSI. 

Saya                       :Berarti LSI tak diakui FIFA?

FIFA                       :Ya! Artinya LSI adalah Liga Tarkam. Liga Antar Kampung.

Saya                       :Coba deh, Tuan renungkan lagi sanksi untuk Indonesia. Kami bisa menyelenggarakan Liga Tarkam dengan kualitas International. Bayangkan Liga Tarkam kami saja disiarkan ANteve dan TVOne. Liga Italia saja tak laku di Indonesia. Tak ada stasiun tivi yang berminat menayangkannya, walau punya Inter Milan (saat itu) juara Liga Champions. Nilai jualnya kalah sama Liga Tarkam kami, LSI. Hahaha….!

FIFA                       :Oke, kalian benar. Itulah makanya saat itu kami tak beri Indonesia sanksi.

Saya                       :Terus sekarang, kok…?

FIFA                       :Yaa, itu tadi! Indonesia sudah keterlaluan.

Saya                       :Bisa diperjelas, Tuan….?!

FIFA                       :Walau kompetisi kalian terhitung paling kompetitif di dunia, tapi penyelenggaraannya sangat kacau. Banyak klub yang sangat tak layak ikut kompetisi dipaksa ikut. Bayangkan, ada klub yang bermain tandang di luar negeri cuma bawa 12 pemain. What…? Itu saja sudah menghina AFC sebagai penyelenggara. Sudah begitu pura-pura cedera hingga di lapangan tinggal 6 pemain. Dan sampai sekarang, jangankan FIFA, AFC saja tak beri sanksi. Belum lagi kasus saling cetak gol bunuh diri. Bayangkan pesta gol bunuh diri. Sepakbola kalian gila. Tapi masih saja kami maafkan. Sekarang jangan salahkan kami! Kan pemerintah kalian sendiri yang sudah membekukan PSSI. Artinya, Indonesia tak punya organisasi sepakbola lagi di FIFA. Jadi wajar kan? Disanksi atau tidak, faktanya PSSI sudah dibekukan pemerintah kalian sendiri.

Saya                       :Apa tak ada kepentingan politik dibalik sanksi bagi Indonesia?

FIFA                       :Maksudnya?

Saya                       :Indonesia adalah pasar sepakbola TERBESAR di dunia. Sudah barang tentu sanksi bagi Indonesia akan jadi perhatian dunia. Bisa saja kan, Indonesia sengaja disanksi demi pengalihan isu korup para petinggi FIFA?

FIFA                       :Olahraga mesti dipisahkan total dari politik, dan FIFA konsisten berkomitmen terhadapnya. Bisa kami pastikan bahwa sanksi ini murni demi sepakbola semata. Tak ada kepentingan lain di belakangnya.

Saya                       :Tapi FIFA mestinya berlaku adil donk, terhadap semua anggotanya!

FIFA                       :Ini  justru demi keadilan terhadap semua anggota. Semua yang bersalah akan kami sanksi.

Saya                       :Kalau begitu FIFA pilih kasih.

FIFA                       :Pilih kasih bagaimana?

Saya                       :Inggris kenapa tak diberi sanksi?

FIFA                       :Inggris? Memangnya apa kesalahan mereka?

Saya                       :Masa ngatur jadwal Liga saja berantakan? Ga becus!

FIFA                       :Ga becus bagaimana? Inggris sampai saat ini adalah yang terbaik dalam menyelenggarakan kompetisi. Bahkan Inggris punya dan mampu menyelenggarakan sekaligus 3 kompetisi tertinggi yang diakui FIFA. Tak ada negara lain yang seperti itu.

Saya                       :Tapi jadwalnya kacau. Berantakan.

FIFA                       :Berantakan bagaimana maksudmu?

Saya                       :Masa jadwal pertandingannya sering bentrok dengan jam tayangnya Serigala Yang Ganteng. Artinya, FA ga becus bikin jadwal, kan?

FIFA                       :…??? 

*Tamat

22 Mei 2015

Ingin Sukses? Jadilah Menyebalkan...!



Saat kecil ditanya cita-cita dulu saya ingin jadi Presiden. Dan target pertama sebelum jadi adalah bertemu dengan Presidennya dulu. 

“Rajin belajar!”, kata orangtua saya.

Anjuran yang dulu saya taati demi cita-cita dan target ingin bertemu Presiden. Dan memang, hampir saja cita-cita saya itu berhasil.

Jaman komik Petruk dulu, untuk bertemu Presiden mesti lewat jalur istimewa. Salah satunya lewat prestasi. Prestasi akan membawamu bertatapan langsung dengannya. Dan itulah yang saya usahakan. Sayangnya,  cita-cita saya kandas, walau tinggal selangkah lagi. 

Dan sekarang, saya sudah hidup di jaman 6 Presiden yang ke semuanya gagal saya temui. Jadi betapa irinya saya terhadap mereka-mereka yang kemaren diundang, makan bareng ditraktrir, dan foto bareng dengan Presiden. Saya iri luar biasa. Saya emang gitu orangnya. Suka iri. Terhadap Mawar yang tiap hari masuk koran saja saya demikian irinya, hahaha…!

Apa sih istimewanya mereka-mereka ini? Sulit saya temukan. Mereka bisa bertemu Presiden bahkan dengan cara mengancam demo. Betapa malangnya saya yang hidup di jaman berbeda. Saya butuh kerja keras belajar siang malam demi prestasi, mereka cukup dengan gertakan? Doank….! Dan yang lebih jahatnya lagi, untuk bertemu, diundang, ditraktir makan dan foto bareng Presiden, mereka manfaatkan teman-teman seperjuangannya. Betapa menyebalkan dan suksesnya mereka ini, hahaha…!

Ada banyak jenis manusia menyebalkan dalam hidup dan pergaulan. Dalam dunia kerja misalnya selalu saja ada sosok orang yang menyebalkan, salah satunya adalah mereka yang dituding sebagai penjilat. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini jadi begitu menyebalkan. Ada banyak sebab kenapa orang jenis ini dianggap begitu menyebalkan. 

Pertama, sesungguhnya orang ini biasa saja, setidaknya dari segi skill atau kemampuan. Malah tak jarang pula justru di bawah rata-rata rekan kerjanya. Anehnya, biasanya pula mereka yang justru jadi bawahan kesayangan atasan. Selanjutnya lagi dan yang paling menyebalkan, laku menjilat itu bukanlah satu jenis kejahatan sebab tak bisa diperkarakan. Dan yang tak kalah menyebalkannya, orang ini biasanya juga malah selalu bersikap baik terhadap kita, orang yang begitu gempita sebal terhadapnya. Saya punya banyak sejarah pribadi bahwa teman yang begitu sebal saya terhadapnya, malah demikian begitu baiknya pula terhadap saya. Bayangkan saja betapa menyebalkannya orang yang tak mau tahu betapa menyebalkan dirinya, walau sebetulnya dia pribadi tahu bahwa dirinya begitu menyebalkan. Pusyiiiing? Hahaha….!

Jadi sebetulnya apa kejahatan yang dilakukan orang-orang seperti ini? Setelah saya coba telusuri, ternyata sama sekali tak ada. Aneh…? 

Dalam karir dia lebih sukses. Wajar, sebab dia berani tempuh aneka resiko yang akan dialaminya. Berapa banyak buku, kata-kata motivator dan kutipan-kutipan orang sukses yang intinya menyimpulkan bahwa orang yang sukses adalah orang yang berani ambil resiko. Sebab kedua, dia lebih sukses karena dia juga berani ambil cara berbeda. Ini juga sejalan dengan rumus sukses yang banyak disuarakan pihak yang sudah sukses duluan.

Berani ambil resiko dimusuhi, dijauhi dalam pergaulan. Ternyata memang tak ada salahnya. Toh, semanis apapun kelakuan kita selalu saja ada yang tak menyukai kita, bukan? Berani ambil cara yang berbeda, sebab dia sendiri ternyata tahu dan menyadari bahwa jika tempuh cara yang sama hasilnya juga pasti sama. Sudah banyak teman kerjanya yang ‘berlaku biasa’ ternyata hasilnya juga seperti biasa. Jadi walau sesungguhnya kemampuan kerjanya di bawah rata-rata, kemampuan berpikirnya justru sebaliknya. Tegas, bahwa dia lebih pintar ketimbang yang lainnya. Maka menjadi wajar jika atasan pun lebih menyukai dan memprioritaskannya, bukan?

Seorang Pak menteri beberapa waktu lalu dibully karena ketahuan mencium tangan atasannya yang kebetulan wanita, Bu Menko. Dilihat dari banyak hal memang aneh. Pertama, jika bermaksud merayu, mereka berdua sudah punya pasangan, suami dan istri masing-masing. Bukan muhrim, tak ada kaitan darah. Bermaksud sebagai tanda hormat juga tak mungkin, sebab Pak Mentri juga lebih tua ketimbang Bu Menko. Maka satu-satunya kesimpulan yang bisa terpikirkan cuma itu: Pak Menteri menjilat pada Bu Menko demi karir politiknya.

Persoalannya, mungkinkah memperkarakan prilaku menjilat? Apakah prilaku mencium tangan atasan termasuk salah satu kategori kejahatan? Tidak, sebab tak ada aturan hukum yang dilabraknya. 

Tak ada memang pelanggaran hukum. Tapi tetap berupa satu kesalahan sebab ada pelanggaran terhadap norma kepatutan. Nah ini lah biang keladi sekaligus solusinya. Biang keladi, sebab pelanggaran terhadapnya tak bisa diperkarakan. Tapi sekaligus solusi, sebab pelanggaran terhadap norma kepatutan bisa diganjar sanksi social berupa kebencian, dibully, dikucilkan dan sebagainya. Itu hukuman yang tak sepele, sebab yang menghukum bisa siapa saja dan masa hukumannya juga tak terhingga. Baiknya,  hukuman ini tak membuat kemerdekaan si terhukum jadi terjajah. Dia tetap bebas kemana dan berbuat apa saja, termasuk meneruskan kelakuannya yang menyebalkan itu, hahaha….!

*Selamat Siang

14 Mei 2015

Lalat Goreng

Gaya yang sok sabar, sok bijak dan sok iye dalam tulisan-tulisan saya ternyata ada manfaatnya juga kala dihadapkan pada situasi yang membutuhkannya. Inilah salah satu efek baik dari kebiasaan menulis. Menjadikan sang penulis jadi pribadi yang lebih baik, minimal ketimbang dirinya yang kemaren. Aneh rasanya mendengar ada orang yang menulis tentang sabar bila sendirinya emosional dan sebagainya. Sebab penulis punya tanggungjawab moral terhadap apa yang ditulisnya.

Hari itu kami makan besar, nasi bungkus, hahaha…! Saat mulai bersiap menyuap saya melihat ada seekor lalat mati tergoreng pada nasi bungkus jatah saya. Padahal saya merasa tak pernah pesan nasi bungkus dengan lauknya lalat goreng. Teman yang bertugas membelinya pun saya rasa masih belum cukup gila berinisiatif pesankan lalt goreng buat saya. Dan yang saya tahu, juga tak pernah ada penjual makanan dengan salah satu menunya adalah lalat goreng. Jadi kesimpulan saya ini Cuma insiden biasa. Normal. Karena saya anggap normal maka selanjutnya juga biasa saja. Tak ada yang aneh, hahaha…!

Saya sering menulis bahwa tak semua gatal butuh digaruk. Itulah dia sabar. Dan saat itu saya benar-benar dihadapkan pada situasi sebenarnya yang butuh kesabaran dan kearifan seperti yang biasa saya tulis. Problem hidup kita sendiri sudah banyak, maka tak perlu lah pula menimbulkan masalah baru karena hal yang sebetulnya juga tak perlu. Apalagi jika itu juga akan jadi masalah baru bagi orang lain pula.

Bayangkan apa yang terjadi jika insiden lalat goreng itu saya ceritakan saat itu juga pada teman-teman yang lain yang sedang makan dengan lahapnya. Dugaan saya, acara makan besar itu akan bubar segera. Keributan kecil akan terjadi, misalnya teman yang bertugas membeli akan disalahkan teman yang lain. Tapi yang lebih gawat adalah bayangan seram di depannya. Dimulai dari sekedar ngomel-ngomel dan berlanjut pada ancaman boikot terhadap rumah makan tersebut. Itu sudah bukan hal yang remeh lagi, sebab jika cerita sudah tersebar dari mulut ke mulut, mouth by mouth, si pemilik rumah makan itu bahkan bisa bangkrut, kan? Maka temuan lalat goreng itu cukup saya anggap sebagai insiden biasa saja. Saya putuskan untuk mendiamkan insiden tersebut dan lanjutkan makan, walau masih ada sedikit bayangan horror dari si lalat, hahaha…!

“Ttt…tapi kan bisa bikin sakit perut?”

Kata siapa? Berani taruhan dengan saya? Cobalah makan seekor lalat goreng dan jika kamu sakit perut saya akan beri kamu kesempatan poto bareng dan dapat tanda tangan gratis dari saya, mau? Lagipula, saya belum pernah dengar ada orang yang mati sebab makan seekor lalat goreng, hahaha….! Dan setahu saya, jika sudah digoreng maka semua bakteri yang terkandung dalam seekor lalat aakan mati, bukan? Hahaha…!

Luar biasa ternyata dampak sabar itu. Cukup dengan menyingkirkan sang lalat malang itu, saya tetap bias makan dengan nikmatnya. Pun demikian dengan teman-teman saya yang lain. Tapi yang lebih penting adalah si pemilik rumah makan batal bangkrut, hahaha…!

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...