Halaman

14 Sep 2015

Orang Padang itu Melek Politik



“Pak Rudi itu orang Padang ya? Kok orang Padang rata-rata dukung dia?”, tanya seorang teman.

Entahlah, tapi jika boleh, inilah kira-kira pendapat saya tentang orang Padang (di rantau biasanya orang lebih kenal ‘Örang Padang’ ketimbang ‘Orang Minang).

Sebelumnya, saya sendiri orang Padang. Walau pribadinya tak saya sukai, tapi Insya Allah di Pilkada depan saya juga akan pilih beliau. Itu artinya, saya memilih beliau bukan asal ikut-ikutan. Saya juga tentu sudah mempelajari profil calon lainnya. Nah, begitulah juga dengan orang Padang lain pada umumnya.

Orang Padang itu gengsi-an. Untuk bisa gengsi, kita butuh wawasan dan pengetahuan yang lebih. Itulah kenapa orang Padang suka sekali nongkrong di lapau, pajak dan sebagainya. Bahkan saat bekerja pun, kaum apak-apak Padang biasanya butuh ‘duduk, isap rokok dan kopi agar caritonyo lamak, haha…! Pun begitu dengan kaum amak-amaknya yang juga suka menggosip, haha…! Dan dalam hal menggosip, yang jadi pusat perhatian pastilah orang-orang dengan pengetahuan dan wawasan yang lebih. 

Intinya, orang Padang itu akan malu bila kalah bicara. Ogah terlihat bodoh sehingga menolak untuk bodoh. Dan bahkan dalam soal permainan pun, kita bisa lihat betapa orang Padang itu sangat benci kebodohan.

Adalah aib, jika kaum apak-apak tak bisa main koa dan domino. 2 jenis permainan ini bukan sekedar permainan asah otak belaka, tapi juga permainan mempelajari strategi, kebiasaan, kemauan  dan bahkan pikiran teman dan juga lawan. Percuma punya kartu bagus, jika kartu jelek teman tak bisa dimanfaatkan. Percuma mengerti permainan sendiri, jika tak mengerti kemauan mandan dan pancingan lawan. Bodoh dan egois adalah musuh terbesar permainan ini. Permainan yang bikin candu ini juga tentu saja jadi event ‘sekolah’ yang baik.

Maka tak usah heran, jika orang Padang lebih berpikir panjang dan visioner. Kita bisa lihat di Pilpres kemaren. Pak JK pun mesti maklum, bahkan sebagai urang sumando dia kalah paling telak justru di kampuang orang rumahnya, hahaha….! Orang Padang sudah mampu membaca jauh lebih dulu, ketimbang yang lainnya. 

Ketika Jawa (Jakarta dan Jogjakarta) direbut Belanda tahun 19 Desember 1948, Indonesia dalam kekosongan pemerintahan. Dalam situasi darurat yang mesti penuh kalkulasi itulah, Indonesia dipercayakan kepada orang Padang. Hanya sejam sejak Jogja direbut Belanda jam 06 pagi tersebut, Bukittinggi langsung dijadikan Ibukota Negara. Sejam kemudian Bukittinggi juga diserang Belanda, maka Ibukota negara langsung dipindah ke pedalaman lagi, Kototinggi, dekat kampuang ibu saya, haha... Maka dibentuklah PDRI lengkap dengan seluruh anggota kabinetnya dan tentu saja angkatan perang PDRI, yang dipimpin oleh Jendral Soedirman. sampai 13 Juli 1949. 

Sumatera Barat adalah sejarah penting Indonesia. 6 Juli 1949 habis Isya, delegasi Natsir yang beranggotakan Dr. Leimena, Dr. halim dan Agus Yaman yang diutus Soekarno-Hatta dari pengasingannya di Bangka berunding dengan Syafruddin Prawiranegara soal kelangsungan pemerintahan Indonesia. Perundingan yang alot karena keterbatasan media informasi, walau akhirnya setelah hampir Subuh, disepakati bahwa Ibukota negara dikembalikan ke Jogjakarta. PDRI berakhir. Dan tahukah kamu, kesepakatan itu dilakukan hanya sepuluhan meter dari rumah Bapak saya, di Koto Kociak 7 Kenagarian 7 Koto Talago, haha…! Sungguh sangat disayangkan betapa tugu PDRI yang ditujukan untuk menghormati sejarahnya malah dipugar total hingga ‘mengaburkan’ nilai historinya. Yang tak kalah bikin sedih, tugu dan Monumen yang di Ibukota (Koto Tinggi) malah justru dipindah, hiiiks….!

Intinya adalah: orang Padang punya sejarah hebat di perpolitikan Indonesia. Karena itulah, orang Padang biasanya melek politik. Sejak kecil kami sudah diceritakan bagaimana dulu saat perang. Soekarno itu seperti apa dan lain-lainnya. Bagaimana nasib Hatta, Natsir di dunia politik, kriminalisasi Tan Malaka, PRRI dan sebagainya. Orang Padang takkan mudah beriman pada media begitu saja. Alotnya perpindahan PDRI menuju Jogjakarta itu setidaknya telah mengabarkan bahwa orang Padang tak mudah begitu saja percaya, bahkan walau berita itu disampaikan oleh Niniak Mamak mereka sendiri seperti Natsir, hehehe…! 

*Entahlah, tulisan ini padahal awalnya pengen bahas tentang koa dan domino, haha…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...