Kenapa dalam soal membantu sesama
Islam menganjurkan untuk mendahulukan orang-orang terdekat? Bukankah itu
termasuk nepotisme? Islam menganjurkan nepotisme?
Mudik lebaran terakhir ini
sungguh penuh perjalanan mengesankan. Sejak berangkat sampai kemudian balik
lagi ke rantau. Karena ramainya arus mudik dan kehabisan tiket akhirnya saya
terdampar di Selat Panjang, bersama 2 orang yang berprofesi sebagai
peminta-minta profesional. Yaa, PROFESIONAL. Sama-sama orang Payakumbuh,
hiiiks! Orang pertama tinggal di Sarilamak, yang saya taksir sudah berumur
50-an tahun mengaku sudah menjalani profesi itu selama 20-an tahun. Yang satu
lagi keponakannya, tinggal di Koto Baru berumur 37 tahun (menurut sang paman)
lebih miskin pengalaman. Baru sekitar 3 tahunan saja menjalani profesi ‘mulia’ini.
“Dia mah payah! Sehari cuma bisa
dapat 150-an ribu. Padahal ini bulan puasa. Saya aja bisa dapat 350-an ribu.
Sekarang agak sulit. Orang-orang sudah mulai skeptis terhadap para
peminta-minta sumbangan. 3 atau 4 tahunan yang lalu, 500 ribu sehari mah,
gampang! Apalagi bulan puasa. 700 bahkan satu juta pun pernah saya dapat”,
cerita sang Paman panjang lebar.
“Saya sebetulnya sudah malas
pergi ke sini (red: Kepri). Nyari mesjid tempat nginap susah. Mesjid di sini
rata-rata dikunci. Apalagi Batam. Kalau Tanjung Pinang agak lumayan. Tapi
duitnya lebih seret”, katanya lagi.
“Lagipula ongkos sekarang jauh
lebih mahal. Dulu misalnya saat mau ke Pekanbaru lewat Button, saya cuma beli
tiket Tanjung Balai Karimun. Periksa tiket dulu-dulu cuma sekali. Pas kita
naik, beberapa saat setelah kapal berjalan. Sekarang, sebelum turun tiket kita
diperiksa (lagi). Yaa, ga bisa kayak dulu-dulu lagi lah! Agak susah sekarang.
Ini aja saya belum beli baju lebaran”, WOW, baju lebaran J
Kalau soal pemeriksaan ini saya
sepakat, wkwkwkw….! Ehh tapi suer, saya ga pernah kok. Ga punya nyali soalnya,
hahaaha…!
“Bagi hasil. Tapi terserah Boss membagi
saya berapa. Saya tak pernah menghitung persennya. Ga enak aja sama Allah!”,
jawabnya saat saya tanya berapa ‘gaji’pekerjaanya itu.
Tapi apapun itu, berpuluhan tahun
jalani profesi itu tentu sulit untuk mengatakan kalau dia tak menikmati
profesinya itu, bukan?
Pengalaman semalam bersama mereka
membuat saya makin mengetahui makna anjuran prioritaskan bantuan untuk kerabat
itu sangat penting. Tak masalah bila tak percayai kisah saya. Abaikan saja…!
Salah satu twit Trio Macan yang
bikin heboh adalah tudingannya soal Dahlan Iskan yang menilep uang sumbangan
pembaca untuk korban bencana di Nusa Tenggara Timur. Dengan berlembar-lembar
bukti MOU ganjil mereka sodorkan ke KPK yang diabaikan. Benar atau tidaknya
tudingan mereka tak penting. Abaikan saja dulu….!
Banyaknya pejabat yang tersandung
kasus-kasus korupsi Bansos. Sekali lagi, jika tak percaya abaikan saja dulu…!
Postingan seorng netizen custumer
Indomart yang batal merelakan uang kembaliannya untuk disumbangkan karena
diberitahu kasir jika sumbangannya akan diberikan kepada yayasan Kristen. Ga
percaya? Tak masalah, abaikan saja…!
Tulisan Jonru di Page Facebooknya
(kalo ga salah, dia bilang hasil copas) tentang seorang yang seharian mengamati
pengemis wanita dengan seorang bayi ‘kalem’di gendongannya. Dari pengetahuan
dan bertanya sana-sini, hasil pengamatannya disimpulkan, si bayi kalem yang tak
pernah menangis itu pasti sedang pingsan dibius narkoba (mungkin jenis heroin)
dengan dosis tinggi.
“Atau jangan-jangan bayi itu
sudah jadi mayat?”, pikirnya lagi.
Tak percaya juga kisahnya?
Silahkan saja! Abaikan…!
Cerita-cerita penculikan bayi dan
sebagainya untuk kemudian dijadikan pengemis. Kisah si pengemis pincang yang
berlari gesit terbirit-birit saat razia Gepeng, dan beragam cerita lainnya yang
walau pun masih ngotot, silahkan saja untuk diabaikan…!
Kita lihat situasi politik di
negara kita tercinta ini. Islam yang terus dipojokkan. Mesjid dibakar dibilang
musholla. Jemaah Idul Fitri yang diserang ditulis sebagai kerusuhan massa.
Sementara orang bakar ban dan meyerempet mengenai pintu gereja ditulis
bombastis: Gereja Dibakar, Bantul mencekam.
Yang berjenggot pulang dari pengajian
di-dor, dianggap teroris. Pembakar mesjid Tolikara yang jelas-jelas menabrak
UUD 1945 jangankan diusir dari Indonesia, apalagi ditembak mati, malah
ditraktir makan oleh Presiden di istana negara? Gimana itu kabarnya sekarang?
Adakah media yang menulis tentang
polisi Kristen yang menyamar sebagai anggota FPI dan buat rusuh saat Parade
Tauhid 16 Agustus lalu? Jangankan TV, media online top saja sama sekali tak ada
yang beritakan. Acaranya kurang heboh? Kurang heboh apa? Lebih dari 300-an ribu
umat Islam turun ke jalan saat itu. Bon Jovi konser di Jakarta kemaren berapa
orang…?
Sukses santun ala PKS, sunyi dan
sepi dari berita. Tumben, agenda politik bebas dari politisasi? Kemana media?
Etapi giliran para oknum pemimpin Islam walau baru terindikasi, berhari
berbulan mereka umbar ke telinga dan mata umat?
Umat Islam begitu naif. Saya
berani bertaruh, apa berani produser-produser sinetron menggunakan artis non
muslim sama sekali? Acara mereka tak bakal laku jika tak melibatkan artis
muslim. Mereka menjual Islam melalui orang Islam.
Demikian banyak fakta yang bisa
saja saya (dan kita) abaikan. Tapi sulit untuk membantah kaitannya dengan
banyak fakta lainnya yang sangat kental dengan Islamofobia. Kita lebih
mempercayai media Yahudi, Kristen dan Cina. Percaya pada pemberitaan mereka bahwa
ustad yang pimpinan partai Islam ini korup hingga partainya tak layak dipilih
lagi. Rekasi kita terhadap fitnah bisa menjadikan kita sebagai pelaku fitnah
itu sendiri. Siapa yang kita fitnah? Berani memfitnah ulama…?
Saking percayanya terhadap media,
maka saat media ini buka rekening dana bantuan untuk bencana ini, maka
berbondong-bondonglah kita menyalurkan bantuan melalui mereka. Walau tak
percaya dengan twit si Macan, mohon direnungkan kenapa sampai ada twit begitu?
Heran, sudah jelas ada lembaga
Baziz, lebih milih salurkan bantuan lewat Jalinan Kasih, Tali Kasih, Putih
Damai dan sebagainya. Bahkan jika Baziz selewengkan dananya pun umat takkan
merugi apa-apa. Tugas kita sudah selesai
sesuai aturannya. Itu adalah pertanggungjawaban mereka terhadap Tuhannya.
Itulah kenapa amil zakat juga berhak peroleh zakat. Mereka punya tanggungjawab
moral terhadap apa yang diamanahkan buat mereka.
Tapi ditipu rekening Tali Kasih,
jalinan Kasih, Kasih Damai dan sebagainya…? Yaa rugi gadang umat. Yakin bantuan
akan disalurkan buat penerima yang tepat? Apa ada lembaga auditnya…? Dana
itulah yang akan dipakai untuk memproduksi program-program menghancurkan Islam.
Tanggungjawab moral siapa? Yaa, tanggungjawab moral si penyumbang, donk! Kenapa
memberi sumbangan kepada mereka yang akan digunakan untuk menghancurkan Islam.
“Ttt…tapi kan ada testimoninya…?”.
Emang siapa yang beri testimoni?
Kenal? Percaya? Tinggal sodorkan 500ribu, syuting kelar. Lancar.
Islam sudah memprediksi ini dari
awal. Itulah kenapa kita diperintahkan untuk mendahulukan kerabat dekat. Agar
bantuan tepat sasaran.
*Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar