Hai pemuda Indonesia,
Bangkitlah kau semua!
Negeri kita sudah merdeka,
Genderang perang sudah berbunyi.
Dengarkan panggilan ibu pertiwi
Bangkitlah kau semua!
Negeri kita sudah merdeka,
Genderang perang sudah berbunyi.
Dengarkan panggilan ibu pertiwi
Puisi ciptaan Bang Mayor Pohan inilah dulu yang sanggup membakar
semangat para pemuda maju menghalau lagi penjajah yang kembali masuk ke
Indonesia pasca kemerdekaan. Bahkan seorang pencopet seperti Naga Bonar,
yang sekolah bambu pun tak tamat, pun bergetar dan tergerak hatinya
untuk bangkit dan memimpin rakyat menghalau penjajah. Semangat yang
ironisnya sangat tak terlihat pada jiwa para pemuda dan mahasiswa dan
kaum terpelajar di era Halo Selebriti ini.
Pemuda dan mahasiswa
yang sebetulnya adalah penyambung lidah rakyat, corong suara masyarakat.
Mahasiswa dulunya adalah pahlawan kemerdekaan media, sekarang malah
berbalik diperalat media. Sayangnya kini mereka lebih suka berdesakan
antri untuk terpilih menjadi serigala yang ganteng, ketimbang
berpanasan di depan gedung parlemen sampaikan aspirasi rakyat. Lebih
suka menjadi tim hore-hore di acara lawakan mesum. Lebih suka bertepuk
tangan di panggung hiburan saling hina. Di sosial media lantang
berorasi, tapi jadi pecundang demi bisa tampil di tipi. Garang bersuara
di dunia maya. Mengkerut di dunia nyata, dihadapan hidangan makanan di
istana negara.
Tak ada lagi KAMMI dan KAPPI yang dulu paling
terdepan dengan Trituranya. Hampir tak terdengar mahasiswa berteriak
ASAP…? Kenapa…?
Waktu merubah orientasi pendidikan kita. Dulu,
kami sering dipaksa guru agar datang ke rumahnya demi makin memperdalam
pengajarannya. Sekarang, nyaris semua tenaga pendidik berlomba-lomba
buka bimbel, kursus, les private dan sebagainya, demi lanjutkan dan
bertahan hidup.
Jaman dulu, orangtua berikan rotan pada guru
untuk memukul bila kami malas belajar. Orangtua kalian malah lapor
polisi hanya bila kalian dicubit guru sebab malas belajar. Generasi
Petruk seperti saya dulu mengerti betul pedihnya peluru mainan dari
pistol-pistolan. Generasi Halo Selebriti? Tinggal pencet tombol restart,
new game, ehh…hidup lagi, hahaha…!
Sementara itu, jiwa
kolonialisme tetap eksis mengusik bangsa kita. Sebagai negara besar dan
kaya, sudah begitu mayoritas muslim pula, Indonesia adalah target utama
imperialisme asing dan Yahudi. Indonesia adalah ancaman besar, karena
itu mereka mesti dikungkung dan dibelenggu dengan kebodohan.
Imperialiesme masih menjajah mental bangsa kita.
Pelajaran
kebangsaan seperti PSPB dan PMP/PPKn yang begitu penting demi
nasionalisme sukses mereka hapus. Sejarah inspiratif bangsa mereka
belokkan, manipulasi. Kita tak pernah tahu seperti apa kronologis Perang
Bubat yang menghitamkan sejarah tokoh nasional Gajah Mada.
Kita
bahkan tak tahu bahwa ada anak muda yang saking ditakutinya mereka
juluki Napoleon Jawa. Saking hebatnya, strategi perangnya sampai mereka
pelajari bahas dan tulis dalam sebuah buku. Selain Sultan Hasanuddin
yang mereka juluki Ayam Jantan Dari Timur, siapa lagi pejuang
kemerdekaan yang pernah diberi gelar oleh penjajah karena begitu
ditakutinya? Tak ada? Cuma sang Napoleon Jawa. Buku Perang Gerilya karya
Jendral Nasution memang menginspirasi pasukan Vietkong dalam perang
hadapi Amerika. Tapi strategi perang siapa yang sampai begitu detil
dipelajari bangsa penjajah sampai-sampai dibuatkan buku? Cuma strategi
perangnya sang Napoleon Jawa.
Napoleon Jawa itu tak pernah
diangkat jadi pahlawan Nasional, sebab entah kerjaan siapa yang
mengaburkan sejarahnya. Dialah Sentot Prawiradirja Alibasya, salah
seorang panglima perang Diponegoro. Aneh tidak, kenapa orang Belanda
bernama E.S. De Klerek malah membahas strategi perang Sentot Alibasya,
bukannya strategi Pangeran Diponegoro dalam bukunya “De Java-Oorlog Van
1825-1830” itu…? Aneh tidak, kenapa yang dijuluki Napoleon Jawa itu
Sentot Alibasya, bukannya Pangeran Diponegoro…?
Menjadi makin
aneh, sebab di Indonesia sendiri dia tak pernah diangkat jadi Pahlawan
Nasional. Dalam buku Rekreasi Hati saya pernah duga penyebab utamanya.
(belakangan saya juga sudah temukan dugaan baru penyebabnya, Insya Allah
di Rekreasi Hati berikutnya, hehehe….!). Dia meninggal dalam keadaan
masih jomblo. Tak ada keturunan yang bisa, setidaknya sebagai referensi
untuk menelusuri sejarah panjang perjuangannya, mulai dari Perang
Diponegoro(1825-1830), Perang Paderi tahap 2 (1830-1837) hingga
bolak-balik dari pengasingan sampai meninggal di Bengkulu, 17 April 1855
pada Usia 48 tahun.
Sungguh sosok yang sangat inspiratif. Usia
belum 17 tahun sudah jadi panglima perang dengan anak buah mencapai 1000
orang, dalam Perang Diponegoro. Di Perang Paderi, perannyanya juga tak
kalah penting. Dialah tokoh kunci babak belurnya Belanda 11 Januari
1833. Dialah juga tokoh penting yang memberangus sentimen anti Jawa di
Minangkabau saat itu, hampir se-abad jelang dicetuskannya Sumpah Pemuda.
*Selamat Hari Sumpah Pemuda….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar