Halaman

25 Nov 2015

Eek Yang Lupa Disiram

Hari itu tak seperti biasanya. Teman ini lupa siapkan receh dua puluh ribu yang tiap Sabtu sore rutin diberikannya pada si ibu ‘penunggu mesjid’ itu. Recehan terkecil di kantongnya lembaran lima puluh ribu.

“Terlalu besar!” pikirnya.

Tapi Allah SWT selalu punya cara untuk mengingatkan hambaNYA. Ibu itu adalah kebaikan rutinnya. Ibu itu jalan baik yang selalu dilimpahkan Allah buatnya. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kebiasaan baik hambaNYA takkan dibiarkannya hilang begitu saja.

“Dek…! Adek…!” Ibu itu berteriak memanggilnya.

Gleeek…! Teman ini sedikit kaget juga.

“Jangan-jangan ibu ini sengaja beri kode bahwa aku lupa memberinya!” gumam si teman.
“Barangnya ketinggalan, nih!”, kata si ibu sembari menyodorkan kantong plastic berisi ‘jajanan’ si teman yang tepat berharga 20ribu perak.

Astagfirullahaladziim…!

Betapa sebetulnya jarak kebaikan dan keburukan itu tipis saja. Betapa sering kita dengar ada model internasional yang rela menelanjangi pribadinya di kalender demi membantu korban bencana alam, misalnya. Atau selebritis yang membuka pakaiannya demi kampanye saying binatang. Malah tak perlu jauh-jauh. Kita bisa membiarkan begitu saja sampah koran-koran bekas alas sholat usai sholat Ied? 

Pahala dan dosa bisa datang pada saat yang sama. Pahala teman ini karena niat baiknya untuk berikan si Ibu sedeqah tentu tak bakal dianulir Allah, bahkan bila dia gagal menunaikannya sekalipun. Tapi dosa akibat buruk sangka terhadap si Ibu juga telah terlanjur didapatnya. Pahala niatnya bersedekah tetap didapat, tapi dosa berburuk sangka terhadap Allah karena bakal hilang 50ribu tentu tak mungkin diremehkan begitu saja. Lima puluh ribu itu memang besar baginya. Tapi tak ada apa-apanya bagi Allah SWT, kan?

Beberapa saat lagi waktu Dzuhur. Entah apa sebabnya ibu dan dua orang anak kecilnya (satu lagi masih dalam gendongannya) ini malah memilih mendatangi saya, walau sebetulnya banyak yang lain di sekitar saya.

“Dek, boleh pinjam kamar mandinya ya! Ini anak saya ‘eek!”, katanya.

Saya orang baik. Ibu ini memilih mendatangi saya pasti atas petunjuk Allah. Allah yang menggerakkan hatinya untuk mendatanginya saya. Allah memilih saya untuk orang ini. Siapa yang tak merasa terhormat, jadi manusia pilihanNYA?

Maka dengan rupa seramah mungkin dan senyum lebay, tentu saja saya persilahkan ibu itu untuk menggunakan kamar mandi saya.

Akhirnya saatnya sholat Dzuhur. Saya pun segera menuju ke kamar mandi, mau ambil wudhu’.

“Sialan….! Kamp***t…! Kok ga disiram, sih?”, saya ngomel-ngomel sendirian.

Ingatan saya kembali pada si teman dengan kisahnya. Enak betul dia! Diingatkan Allah untuk selalu jadi orang baik dan percaya terhadap limpahan rejekiNYA. Saya? Ini adalah teguran Allah bahwa selama ini saya gagal untuk tulus dalam berbuat baik, hingga perlu diingatkanNYA dengan eek yang lupa disiram.

“Ampuni hambaMu ini yaa, Allah…! Aamiin…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...