Halaman

12 Jan 2016

Narsis Anarkis

Teknologi itu menyederhanakan. Sekarang, cukup dengan klakson, anjuran untuk bertegur sapa dan saling ucap salam tuntas ditunaikan. Ingin punya rumah, mobil bahkan kunci surge seolah telah dalam genggaman bila mau luangkan waktu untuk beri like atau menulis ‘aamiin’ di kolom komentar, hahaha…!

Tapi ada gatal maka ada garuk. Dibalik asyiknya menggaruk selalu ada gatal yang menyebalkan. Dibalik kesederhanaan yang teknologi tawarkan juga ada aneka ancaman yang tak lagi sederhana. Media social misalnya, sebagai salah satu wakil dari perkembangan teknologi, selain membuat kita mengenal yang belum kita kenal ternyata sekaligus membuat kita melupakan mereka yang sudah kita kenal. Dengan sosmed kita bias berinteraksi dengan manusia di belahan bumi lainnya. Tapi tak jarang pula kita butuh gadget hanya untuk berkomunikasi dengan teman semeja. United and divided by socmed (:

Perkembangan jaman dan kemajuan teknologi yang begitu ramah ternyata begitu kejamnya pula. Dalam lingkup besar, tahun ini saja kita sudah mulai dihadapkan dengan persaingan di pasar MEA. Beratnya persaingan dikonfirmasi langsung oleh Jokowi, sang presiden pilihan kita.

“Jangan harap Negara akan beri jaminan perlindungan dan subsidi”, tegasnya seolah mengingatkan bahwa Negara juga sedang dihadapkan pada persoalan yang sama.

Walau begitu, kita mestinya layak untuk tetap optimis. Saat rakyat Amerika, Eropa yang begitu angkuh dengan kemajuan negaranya tapi makan masih menggunakan pisau dan garpu, dikampung saya yang begitu udiknya saja penduduk makan dengan sendok di tangan kanan dan handphone di tangan kiri. Negara mana yang rakyatnya mampu menyetir kendaraan dengan handphone? Cuma Indonesia.

Bisa bermobil sambil sms-an. Bisa fesbukan, twitteran dan BBM-an sembari tetap khusyu’ dengan piring makannya. Bahkan, bagi orang-orang tertentu, acara penting seperti sidang parlemen pun bisa diikutinya sambil tidur (: Kemampuan multitasking begini adalah modal tak ternilai yang harus disyukuri demi menghadapi alotnya persaingan global.

Indikasi lainnya juga dekat saja. Masih di seputaran sosmed. Menjamurnya poto-poto desain rumah, poto-poto makanan dan artikel aneka resepnya menjelaskan bahwa sebetulnya tak ada yang mesti kita kuatirkan. Indonesia sudah makmur. Rakyat sudah sejahtera.

Program kemandirian ekonomi dan industry kreatif berbasis teknologi yang digalakkan pemerintah juga menampilkan hasil yang menggembirakan. Jualan online, ojek online bahkan bajai onlen pun ada di Indonesia. Negara mana yang sudah melakukannya? Ada?...? Belum ada!.

Tapi tentunya tak sesederhana itu pula. Era global adalah sekaligus era individual. Setiap individu mesti berkompetisi dengan individu lainnya, demi diri sendiri. Dan ini mengancam ketersediaan ruang. Dunia maya makin luas, tapi dunia nyata makin sempit. Celakanya, dunia maya yang luasnya tanpa batas itulah pula biang keroknya. Begitu sempit dan sesaknya hingga tak mampu lagi menampung lautan manusia, jembatan gantung penyambung interaksi dan jalan arus ekonomi social budaya antar masyarakat desa itupun roboh tak berdaya di hadapan kepentingan kamera. Dunia nyata diambang kepunahan logika. Manusia sebagai bangsa homo sapiens terancam menjadi makhluk tuna nalar.

Teknologi terkini kamera ternyata tak Cuma ramah terhadap manusia, jerawat dan panunya belaka. Terhadap hewan, tanaman dan bahkan terhadap orang mati sekalipun kamera begitu hormatnya. Di hadapan kamera, Semak seperti eceng gondok jadi terlihat begitu genitnya, hingga begitu menggoda untuk berpose disampingnya. Massa kamera yang membludak itulah pula yang akhirnya merusak dan membunuhnya. Dan di hadapan kamera itu pula mayat hancur korban tabrakan pun terlihat begitu seksinya. Layak difoto dan berfoto bersamanya + penting sekali untuk membaginya (?).

Ohh God, tell me what the hell is goin’ on…!

Narsis tentu sah-sah saja. Setidaknya aktivitas pamer aksi itu penting demi menjaga kelestarian gairah hidup. Tapi yaa…ga gitu-gitu juga, keleeeez….!

Senarsis-narsisnya saya, ga pernah tuh like status, poto-poto dan kiriman sendiri, hahahak…!

*JLEEEB…!

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...