Teknologi itu menyederhanakan. Sekarang, cukup dengan klakson,
anjuran untuk bertegur sapa dan saling ucap salam tuntas ditunaikan.
Ingin punya rumah, mobil bahkan kunci surge seolah telah dalam genggaman
bila mau luangkan waktu untuk beri like atau menulis ‘aamiin’ di kolom
komentar, hahaha…!
Tapi ada gatal maka ada garuk. Dibalik
asyiknya menggaruk selalu ada gatal yang menyebalkan. Dibalik
kesederhanaan yang teknologi tawarkan juga ada aneka ancaman yang tak
lagi sederhana. Media social misalnya, sebagai salah satu wakil dari
perkembangan teknologi, selain membuat kita mengenal yang belum kita
kenal ternyata sekaligus membuat kita melupakan mereka yang sudah kita
kenal. Dengan sosmed kita bias berinteraksi dengan manusia di belahan
bumi lainnya. Tapi tak jarang pula kita butuh gadget hanya untuk
berkomunikasi dengan teman semeja. United and divided by socmed (:
Perkembangan jaman dan kemajuan teknologi yang begitu ramah ternyata
begitu kejamnya pula. Dalam lingkup besar, tahun ini saja kita sudah
mulai dihadapkan dengan persaingan di pasar MEA. Beratnya persaingan
dikonfirmasi langsung oleh Jokowi, sang presiden pilihan kita.
“Jangan harap Negara akan beri jaminan perlindungan dan subsidi”,
tegasnya seolah mengingatkan bahwa Negara juga sedang dihadapkan pada
persoalan yang sama.
Walau begitu, kita mestinya layak untuk
tetap optimis. Saat rakyat Amerika, Eropa yang begitu angkuh dengan
kemajuan negaranya tapi makan masih menggunakan pisau dan garpu,
dikampung saya yang begitu udiknya saja penduduk makan dengan sendok di
tangan kanan dan handphone di tangan kiri. Negara mana yang rakyatnya
mampu menyetir kendaraan dengan handphone? Cuma Indonesia.
Bisa
bermobil sambil sms-an. Bisa fesbukan, twitteran dan BBM-an sembari
tetap khusyu’ dengan piring makannya. Bahkan, bagi orang-orang tertentu,
acara penting seperti sidang parlemen pun bisa diikutinya sambil tidur (: Kemampuan multitasking begini adalah modal tak ternilai yang harus disyukuri demi menghadapi alotnya persaingan global.
Indikasi lainnya juga dekat saja. Masih di seputaran sosmed.
Menjamurnya poto-poto desain rumah, poto-poto makanan dan artikel aneka
resepnya menjelaskan bahwa sebetulnya tak ada yang mesti kita kuatirkan.
Indonesia sudah makmur. Rakyat sudah sejahtera.
Program
kemandirian ekonomi dan industry kreatif berbasis teknologi yang
digalakkan pemerintah juga menampilkan hasil yang menggembirakan. Jualan
online, ojek online bahkan bajai onlen pun ada di Indonesia. Negara
mana yang sudah melakukannya? Ada?...? Belum ada!.
Tapi tentunya
tak sesederhana itu pula. Era global adalah sekaligus era individual.
Setiap individu mesti berkompetisi dengan individu lainnya, demi diri
sendiri. Dan ini mengancam ketersediaan ruang. Dunia maya makin luas,
tapi dunia nyata makin sempit. Celakanya, dunia maya yang luasnya tanpa
batas itulah pula biang keroknya. Begitu sempit dan sesaknya hingga tak
mampu lagi menampung lautan manusia, jembatan gantung penyambung
interaksi dan jalan arus ekonomi social budaya antar masyarakat desa
itupun roboh tak berdaya di hadapan kepentingan kamera. Dunia nyata
diambang kepunahan logika. Manusia sebagai bangsa homo sapiens terancam
menjadi makhluk tuna nalar.
Teknologi terkini kamera ternyata tak
Cuma ramah terhadap manusia, jerawat dan panunya belaka. Terhadap
hewan, tanaman dan bahkan terhadap orang mati sekalipun kamera begitu
hormatnya. Di hadapan kamera, Semak seperti eceng gondok jadi terlihat
begitu genitnya, hingga begitu menggoda untuk berpose disampingnya.
Massa kamera yang membludak itulah pula yang akhirnya merusak dan
membunuhnya. Dan di hadapan kamera itu pula mayat hancur korban tabrakan
pun terlihat begitu seksinya. Layak difoto dan berfoto bersamanya +
penting sekali untuk membaginya (?).
Ohh God, tell me what the hell is goin’ on…!
Narsis tentu sah-sah saja. Setidaknya aktivitas pamer aksi itu penting
demi menjaga kelestarian gairah hidup. Tapi yaa…ga gitu-gitu juga,
keleeeez….!
Senarsis-narsisnya saya, ga pernah tuh like status, poto-poto dan kiriman sendiri, hahahak…!
*JLEEEB…!
Ihihih, betul jg ka'.. Terutama paragraf ke-6 dan poin narsis. Hihihi...
BalasHapusAye buasanya cuma like tweet sendiri, biar masuk ke tab "khusus", tp kalo nge-plus postingan gplus sendiri ya tujuannya biar gak kosong, soale gak ada yg kasi plus T_T
komennya hard modus, nih! hahaha....!
Hapus