Halaman

27 Apr 2016

Dijajah Obat-obatan

Penguasa dunia sesungguhnya adalah kelompok farmasi. Tak peduli betapapun tinggi derajat social dan karir seseorang, di hadapan kaum farmasi dia akan takluk tanpa syarat. Bila dokter telah menyuruhnya menelan sesuatu, presiden, raja paling kejam atau penguasa paling ditakuti sekalipun takkan berani membantahnya, walau tanpa pernah tahu apa sebetulnya yang mesti mereka telan itu. Dunia farmasi yang serba tertutup telah menjajah manusia karena begitu pentingnya kesehatan.

Kita hanya bisa pasrah menerima resep yang berupa tulisan acak-acakan sang dokter yang tak pernah mampu kita terjemahkan. Entah siapa yang mengajari dokter ini menulis. Ajaibnya, tulisan yang serupa cacing demo itu entah bagaimana caranya sangat dimengerti oleh para apoteker. Chemistry yang begitu apik, relasionship dokter-apoteker ini seperti telah punya cara berkomunikasi via telepati saja. Kita sebagai pasien sama sekali tak berdaya sama sekali untuk memahaminya.

Sangat banyak mitos keliru dalam dunia kesehatan yang tak kuasa kita tentang karena begitu hormatnya kita terhadap kesehatan. Padahal dengan sedikit berpikir logis kita akan menemukan kontradiksinya. Saya misalnya minum air putih sambil berbaring saja akan segera keselek. Bagaimana mungkin terhadap anak-anak disodorkan susu botolan (yang jelas-jelas lebih kental ketimbang air putih) untuk diminumnya menuju tidur. Apa manfaatnya? Besok-besoknya dia akan menderita pilek iyyya, hehehe…!

Sebetulnya tubuh kita sudah punya sistim imun sendiri. Anak-anak yang saat kecilnya sering mandi hujan misalnya lama-kelamaan akan tahan terhadap bahayanya hujan-hujanan. Seorang Mike Tyson misalnya takkan merasakan apa-apa jika ditinju, sebab dia sendiri petinju dan sudah sering sekali ditinju, hahaha…! Sistim imun di tubuhnya bekerja, sebab dia sudah biasa ditinju.

Itu sangat bertentangan dengan dunia obat-obatan yang mengandung zat adiktif. Para pecandu narkoba itu misalnya pada saat masih pemula dengan seperempat butir pil exctasy saja barangkali dia sudah mabuk. Besok-besoknya 2 dan 3 butir dia akan mungkin dia masih anteng-anteng saja. Itu berlaku bagi semua (?) jenis obat-obatan karena zat adiktif yang dikandungnya. Dosis akan terus meningkat bila terus dikonsumsi. Dan kekurangan dosis takkan menyembuhkan penyakit. Malah di satu sisi akan menyebabkannya jadi sakit. Itulah dia yang dinamakan sakaw, kecanduan. Mike Tyson yang sudah biasa ditinju itu, jika terus-terusan ditinju juga akan merasakan sakitnya ditinju sebab dosisnya sudah berlebihan 

Itulah kenapa saya sangat ogah bila disuruh minum obat. Sudah belasan tahun rasanya saya tak minum sebutir obat pun selain Bodrex. Masuk rumah sakit? Pernah dulu waktu SD (Dah ga ingat lagi sakit apa) dan sekali dulu sekitar 10 tahunan yang lalu berobat ke Puskesmas. Itupun juga karena kelalaian sendiri, kecelakaan kerja. Mata saya kemasukan serbuk besi saat bekerja karena tak menggunakan safety glass saat motong besi menggunakan gerinda. HRD perusahaan tempat saya bekerja (dulu) saja heran kenapa saya tak pernah mengambil Kartu Berobat dari Jamsostek, hahaha…! Jadi laki-laki masa’penyakitan? Wkwkwkwk…!

Lalu apakah saya tak pernah sakit? Tentu saja pernah, yakni waktu pala berbie pusying, hahaha…!

Saya punya logika sendiri soal sakit. Sakit disebabkan oleh bakteri/kuman. Dan saya juga tahu cara membunuh kuman. Maka bila saya panas dalam misalnya, saya takkan melakukan Goyang Biji. Saya akan minum air panas. Bakteri akan mati bila kepanasan, kan? Hahaha…! Pun begitu bila saya terkena kutu air, panu atau bermacam penyakit kulit lain misalnya. Cukup saya siram dengan air panas, hahaha….! Dan Insya Allah sampai sekarang saya tetap sehat senantiasa, Alhamdulillah…!

Selamat Pagi…!

16 Apr 2016

Nama Internet

Dulu saya pernah menulis tentang nama saya. Jadi sekarang tentang nama adik-adik saya saja ya…!

Nama-nama adik saya sungguh sangat simple. Semuanya cukup dengan satu kata saja. Sudah begitu terdengar sangat biasa saja pula. Susi, Dasril, Rahmat, Rahmanita dan Ramadhani. Jika dilihat lebih teliti lagi makin terlihat betapa sangat tidak kreatifnya nama-nama mereka. Makin ke bawah makin tampak bahwa orangtua saya mulai bingung untuk memberi mereka nama. Dan bahkan jika dikarunia anak lagi, saya rasa nama adik-adik saya berikutnya itu mungkin Ramadhan, Ramadhona atau Rahmadini saja, wkwkwkw…

Saya sendiri tak mengerti bagaimana rasanya punya nama pendek begitu, hahaha…! Soal rasa nyaman mereka menggunakan namanya juga bisa dipertanyakan. Rata-rata mereka malah memberi nama belakang di akun sosmed mereka masing-masing. Entah karena ingin ikutan keren seperti seniornya ini atau entahlah. Tanya langsung ke orangnya sajalah, ya…! Hahaha…!

Tapi itulah dia nama yang diberikan dengan penuh kasih sayang tulus oleh orangtua polos seperti orangtua saya. Adik-adik saya diberi nama oleh orangtua mereka sendiri, bukan oleh internet. Nama-nama yang sangat jauh untuk dibilang keren jika dibandingkan dengan nama-nama si Anu bin Internet atau si Anunah binti Google itu adalah nama yang penuh doa dari orangtua. Nama-nama yang menyertai dan mendampingi seluruh perjalanan hidup mereka. Hidup yang disertai doa orangtua adalah hidup yang Insya Allah selalu diberkahi dan diridhoiNYA, aamiin…!

Nama adalah doa. Dan nama pemberian orangtua berarti doa dari orangtua. Betapa beruntungnya anak-anak yang seluruh hidupnya diiringi oleh doa orangtuanya.
Maka hal berbeda juga bisa kita bayangkan betapa nanti anak-anak yang seluruh hidupnya didampingi oleh internet karena nama yang didampingi oleh internet. Tak ada yang salah dengan internet sepanjang iya benar lagi baik. Persoalannya hanyalah bahwa tak seluruhnya dalam internet itu baik. Apalagi sudah benar mesti baik pula.

Sudah banyak kita tahu buruknya internet. Dan walau tak ada jaminan akan buruk, tapi juga tak ada jaminan bakal baik jika seluruh hidup kita hanya didampingi oleh internet. Betapa banyak tragedi anak terjadi karena internet. Dan ini terjadi bukan cuma karena sang anak sibuk dengan internetnya sendiri, tapi juga karena kesibukan orangtuanya dengan internetnya sendiri pula. Maka saking sibuknya, untuk memberikan nama bagi anak sendiripun dipercayakan kepada internet, hahaha…!

*Ngaco pagi-pagi

6 Apr 2016

Tak Semua Gatal Butuh Digaruk 2



Begitu banyak persoalan serius yang butuh dibereskan kenapa merepotkan diri dengan soal yang sangat remeh?

Beberapa orang teman mengomentari postingan status Facebook saya tentang Zaskia Gotik kemaren. Karena postingannya sarat dengan pesan (as always as usually, wakekekek…!) maka beragam pula bunyi komentar mereka. Mulai dari cuma ber-haha…haha… sampai kepada komentar serius yang mengajak diskusi. Karena itulah pula komen mereka saya balas satu demi satu tergantung konteks pesan yang ditangkap dan ditanggapinya. Seorang teman membahas tentang perlu tidaknya mempersoalkan Zaskia Gotik. Diskusi berjalan lancar sampai…

Seorang teman lain ikutan membalas komentar, berniat nimbrung dalam diskusi kami dengan membawa sudut pandang yang lain. Sangat menarik dan berpotensi menciptakan diskusi yang asyik. Karena tanggapan baru ini juga berkualitas tentu butuh tanggapan yang juga berkualitas. Maka sayapun butuh sedikit waktu untuk berpikir dan menyusun tanggapan saya. Sayang, teman yang komentarnya dibalas itu malah menghapus komennya hingga semua diskusi kami lenyap tanpa bekas. Tapi sebelumnya dia sempat kirim pesan di inbox saya.

“Dah datang pula orang sok tau hukum di komentarku. Maaf yaa, Raul! Komentar ku hapus saja. Malas aja liat orang nimbrung di komentarku. Harusnya kan dia bisa komen di kolom baru”, kurang lebih begitulah terjemahannya dari bahasa kampung kami, hahaha…!

Sosmed mestinya hanyalah tempat berbagi manfaat dan kegembiraan. Bila buat galau, bijaknya tutup akun saja. Teman ini sebetulnya termasuk seorang ‘selebriti facebook’. Apa saja postingannya selalu dibanjiri like dan komentar. Abaikan saja fakta bahwa dia seorang wanita yang cantik, walau sudah sudah veteran, hahaha…! (Dia lebih tua dari saya) Mestinya, dia gembiralah karenanya. Jujur, saya sendiri iri terhadap popularitasnya itu. Tak munafik, saya juga sangat gembira jika postingan saya di-like dan dikomentari oleh banyak orang. Apalagi bila para pemberi atensi itu cewek, cantik dan layak taksir pula, hahaha…!

Tapi betapa rumitnya hidup teman ini. Hanya karena komentarnya dibalas orang lain (dan bukan saya sendiri) hatinya bergolak. Padahal yang membalas cuma ingin nimbrung dalam diskusi kami berdua. Jika tak ingin diikut campuri, mestinya untuk menanggapi postingan saya itu di tempat yang lebih private saja, seperti kotak pesan misalnya. Mau saling debat dan perang emoticon pun bisa dan tak bakal ada yang ikutan usil, hehe…!

Lihat kan, betapa seriusnya teman ini. Saking seriusnya dia sampai tak enak hati menghapus komentarnya sendiri tanpa minta ijin dulu terhadap saya sebagai TS-nya. Tak semua gatal butuh digaruk. Masalah akan bertambah, gatal makin menjalar. Sebab ada yang luput dari kalkulasinya. Orang yang dia bilang sok tau hukum itu adalah bako, sepupu saya sendiri, hahahaha…!

5 Apr 2016

Anomali Zaskia Gotik

Terlalu mahal sebetulnya ongkos yang mesti dibayar Zaskia Gotik atas penghinaannya terhadap lambang negara Burung Garuda. 

Pertama, Zaskia Gotik dianggap menghina karena binatang seperti Burung Garuda dikatainya Bebek Nungging. Terlepas dari perannya sebagai lambang negara, Burung Garuda tetaplah cuma seekor binatang. Apalagi sebagai binatang, eksistensinya pun layak dipertanyakan pula. Rasanya seumur hidup saya belum pernah melihat burung garuda tersebut, hehehe…! 

Berikutnya, bagaimanapun dia melakukannya dalam konteks bercanda. Terhadap suatu candaan mestinya reaksi normal kita adalah tertawa, atau setidaknya tersenyum sebab terhibur. Lagipula, kalaupun dianggap menghina, rasanya menghina binatang dengan menyebut binatang tak sekejam menghina manusia dengan menyebutnya sebagai binatang deh. Gajah Bunting, Kutu Kupret, Walang Sangit, dsb. Banyak lho, yang begitu…!

Berikutnya lagi, dilihat dari jenjang pendidikannya Zaskia Gotik sendiri terhitung golongan awam. Untuk seorang yang buta aturan, mestinya sanksi tak mendesak diberikan. Bijaknya, cukup diberi tahu apa yang perlu dia ketahui. Lagipula bukankah yang bersangkutan sudah tulus dan dengan besar hati meminta maaf?

Negara kita sudah banyak dijejali berbagai persoalan. Mestinya kita tak perlulah pula menanggapi suatu candaan menjadi persoalan serius berskala nasional. Betapa anomalinya, kita begitu membela binatang yang dihina, padahal ada begitu banyak manusia hidup yang mati terbunuh karena dhalimnya ego, politik dan kekuasaan. Betapa anomalinya, sebab jika terhadap lambang negara yang ‘cuma sebentuk lukisan’ binatang yang tak ada pula, satu negara bisa heboh, kenapa terhadap candaan yang menghina manusia lainnya kita malah merestui dan bahkan memberi aplaus dan tepuk tangan. 

* Tapi lain kali hati-hati yaa, Neng! Bikin heboh aja lu, hahaha…!

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...