Halaman

24 Sep 2016

Mereka Itu Gurumu, Bukan Temanmu

Teman-teman SD, MTs di kampung mungkin tak ada yang percaya sama sekali bahwa khususnya sejak melanjutkan sekolah di Batam saya adalah orang yang sama sekali berbeda. Saya bukan Raul mantan idola cilik tersebut, wkwkwk…! Bukan Raul yang kerap dijadikan rule model standar anak kebanggaan orangtua, sekolah ataupun kampung sekitar. Tak usah bicara prestasi, sebab prestasi selama sekolah di Batam pun hancur berantakan. Sebagai gambaran, saya adalah tersangka tunggal provokator terjadinya pemukulan seorang teman oleh seorang guru di hari terakhir kami injakkan kaki dengan di sekolah tersebut. Sebuah kalimat singkat di spanduk kenang-kenangan yang saya tulis telah memicu seorang guru untuk memukul seorang teman akrab saya. Sampai saat ini kami menduga, sang teman dipukul karena guru olahraga tersebut gagal mencari saya, hahaha…!

Jejak kenakalan saya tak hilang begitu saja di memori para guru. 10 tahunan berlalu, guru-guru  pembimbing mengantar adik-adik kelas magang di perusahaan atas bukit tempat saya itu. Sekolah saya memang rutin mengirim murid-muridnya untuk belajar praktek di sana. Dan petuah yang tak pernah lupa diberikan sang guru pembimbing terhadap adik-adik kelas tersebut sama saja muatannya,

“Belajar kalian baik-baik pada abang kalian ini. Dia itu pintar. Tapi jangan ikuti kenakalannya!”.
  
Diantara teman seangkatan dulu, mungkin murid satu-satunya yang pernah bikin Ibu guru ini menangis hanyalah kelakuan saya. Namanya Bu Ina, hahaha…! Tak penting dibahas sebab kenapanya. Sampai detik ini pun, setelah 16 tahun berlalu saya juga tak pernah minta maaf sama sekali terhadapnya. Walau begitu saya yakin dia juga sudah memaklumi dan  memaafkan kelakuan saya tersebut. Walau ‘tak pernah’ lagi bertatap muka, setidaknya sejak era sosmed ini komunikasi kami tetap terjaga.

Tak terlalu akrab memang hubungan dengannya. Tapi bukan berarti saya tak menghormati dan ingin akrab dengannya. Dan sungguh saya merasa begitu risih, ketika beberapa teman dengan alasan agar lebih akrab memanggil dan menyapanya dengan sebutan ‘Mba’.

???

Hey, kesuksesan karir seperti apa yang telah kalian capai maka begitu percaya dirinya memanggil seorang guru dengan panggilan begitu? Dengan alasan apapun, di masa tuanya seorang guru yang walau pernah menjadi pejabat publik tetap lebih suka dipanggil dan dianggap sebagai guru. Guru adalah profesi tanpa jenjang karir. Seumur hidup seorang guru akan tetap jadi guru. Bahwa jika kemudian beberapa diantara ada yang memilih, dipilih dan dipercaya menjadi pejabat itu soal lain.

Setinggi apapun keberhasilan karir kita adalah andil para guru yang tidak cuma mengajarkan tapi juga memberi pelajaran. Betapa sombongnya manusia yang mengaku bisa sukses melulu karena kerja keras belaka. Tak kasat mata mungkin, tapi selalu ada banyak peran guru hidup yang mengidupkan dalam seluruh perjalanan itu.

Alasan demi keakraban? It’s a big bullshit!

Tidakkah ada cara lain? Pendek amat sih ‘kincia-kincia’nya?

Kelakuan saya terhadap Ibu itu jelas lebih butuh konsolidasi ketimbang perlakuan yang lain terhadapnya. Saya pernah jadi orang yang begitu menyebalkan baginya. Pun begitu perasaan saya terhadapnya. Bayangkan saja betapa menyebalkannya orang yang terhadapnya saya curhat malah dilayani dengan isak tangis, hahaha…! Saya yang kesal, dia yang menangis, wkwkwkw…!

Toh sampai saat ini saya masih menganggapnya sebagai guru saya. Dan itu bukan basa-basi. Setidaknya, sampai saat ini saya masih memanggilnya Ibu, Ibu Guru.

Beberapa tetangga saya adalah guru saya juga. Tapi seluruhnya tetap saya panggil Ibu/Bapak Guru. Di MTs dulu, ada seorang guru saya bernama Sukarti. Kelalaian mengenali family membuat saya telat menyadari bahwa dia termasuk dalam silsilah keluarga saya, hahaha…! Dan itu saya ketahui setelah saya tamat sekolah. Mestinya saya memanggilnya: Mak Odang. Nyatanya sampai saat ini, saya masih memanggilnya Bu SK (panggilan nge-topnya).

Karena sudah terbiasa memanggil Ibu? Tidak juga!

Bu Hanifah itu kakak teman saya, Ilen. Hubungan pertemanan di sekolah selama 9 tahun, SD dan MTs dan kebetulan bertetanggaan pula. Terhadap kakaknya itu saya selalu memanggil Uni Eva. Ehh, saya lanjut sekolah ke Batam, setahun kemudian dia menyusul sebagai guru. Panggilan saya pun terhadapnya berubah, dari sebelumnya Uni Eva menjadi Bu Eva. Padahal selama 2 tahunan itu, cuma sekali dia masuk mengajar di kelas saya. Tanya saja kalau tak percaya, hahaha…!

Menjadi guru adalah sebahagian besar cita-cita masa kanak-kanak kita. Profesi yang membanggakan. Maka janganlah dikecilkan cuma demi basa-basi keakraban belaka.

Selamat sore…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...