Halaman

7 Apr 2017

My Wonderfull Life 2

Setelah diperkenalkan seadanya layaknya seorang karyawan baru, saya coba membaur dengan mereka. Rata-rata mereka jauh lebih muda ketimbang saya.

“Hai genk, kenalin! Aku Raul!”

“Aku Anu, Bang!”

“Asli mana? Aku Padang”

“Ooo…! Aku Jawa. Padangnya di mana, Bang?”, sok akrab, hahaha…!

“Payakumbuh”
Garing amat, kan?

Ehh, tapi tidak! Obrolan perkenalan garing yang terancam buntu tersebut saya buat lebih seru dan bermutu.

“Tinggal di mana?”

“Batu Aji, Bang!’

(Ehh, udah bermutu belum? Hahaha…!)

“Ooo, Batu Aji! SMKnya dulu di mana?” 

Karyawan cowok di perusahaan ini semuanya anak SMK dari jenis STM, hehe…!

“Aku anak SMK Teladan, Bang! Abang lulusan SMK mana?”

“Aku anak SMKN1. Kau kok ga masuk SMKN1 sih? Kan tinggal di Batu Aji? Ga diterima ya? Nilai ga cukup? Hahaha…!”

Mulai panas. Rekan-rekan lain yang awalnya cuek perlahan mendekat, merapat. Rata-rata mereka memang anak-anak alumnus SMK Teladan. Alhasil, saya dikeroyok bullyan mereka. Tapi saya ingat persis, itulah awal kepopuleran saya di perusahaan full kenangan tersebut.
“Ooo, begitu! Emang apa sih hebatnya SMKN1 itu? In charge (semacam ketua regu kerja, leader) abang aja anak SMK Al-Jabar. Bikin malu SMKN1 aja, hahaha…!”, balas mereka ga kalah sengit.

Ohya, sialan! SMK Al-Jabar memang sudah terkenal sebagai SMK yang paling ga benget se Kota Batam, hahaha…! Apes memang, sebab in charge saya itu memang anak SMK Al-Jabar, hahaha…!

Tapi bukan saya donk, jika menyerah kalah begitu saja.

“Sekolah kalian tu ya! (mulai berani manggil kalian. Hari pertama kerja lho ini ya! Hahaha…!). Udah numpang di gedung BLK (Balai Latihak Kerja), ehh seenaknya pula ganti nama Simpang BLK jadi Simpang SMK Teladan. Tak tau diri, wkwkwkw…!”

Obrolan perkenalan yang jauh dari kegaringan. Kesan pertama yang cukup membantu saya meraih panggung dan beroleh rasa hormat mereka, walau sejatinya saya ‘cuma cecunguk yang bisa mereka suruh ini itu. Karyawan baru, kan? Hahaha…! 

Seorang diantara mereka ada yang logat bicaranya cukup familiar di telinga saya.

“Anak Payakumbuh juga?”

“Iya, Bang! Tapi aku sudah dari lahir dan sekolah di sini!”

“Ooo…! Payakumbuhnya di mana?”
Lima tahunan kemudian…

Salah satu yang paling saya suka dari tanah Minang ini adalah alamnya yang sejuk, indah dan meneduhkan. Pulang kampung tak pernah saya lewatkan tanpa berpetualang ke sana sini menikmati agungnya Mahakarya Allah SWT ini. Seperti libur lebaran kali ini.

Bersama seorang adik lelaki saya berjalan-jalan (pake motor) ke kampung halaman Amak. Ohya, kami adik-beradik sebetulnya juga anak rantau, walau Cuma berjarak belasan kilometer dari kampung halaman Amak. Bosan lewat jalan yang itu-itu saja, kami pilih jalan memutar.

Kampung halaman kami memang udik. Tapi ketimbang yang lain-lain tentu bukanlah yang paling udik. Masih ada yang bisa dipamerkan. Mobil angkutan penumpang Cuma sampai di kampung kami. Setelahnya? Yaa, Cuma bisa dilewati motor atau pejalan kaki. Kalaupun ada, itu juga Cuma mobil-mobilan jenis pick-up untuk pengangkut buah, sayur atau hasil kebun lainnya. Listrik? Amat bergantung kepada jam tayang Uttaran dan Serigala Yang Ganteng, hahaha…!

Hari beranjak sore, tapi kami belum juga sampai ke kampung Amak. Bakalan gawat jika saat gelap kami masih berada di tengah rimba belantara begini, hahaha…!

Kami berpapasan dengan seorang anak muda 20an tahun yang membonceng 2 orang adiknya. Sekitar 10an meter saya berhenti. Anak muda itu juga berhenti.

Jreeeeeng… Jreeeeng… Jreeeeng…!

Ehh… Ohh…! Kayaknya kami saling kenal deh!

“Abang masih di Labtech?”

“Kau kerja di mana sekarang?”

Ternyata alumni Labtech juga. Dialah si anak SMK Teladan yang dulu sering saya olok-olok. Begitu jauh kami di kota saling menghina dan mengolok-olok identitas masing-masing, padahal aslinya kami sesama orang udik. Sama-sama anak rimba belantara. Sebab ternyata, rumah orangtuanya cuma berjarak satu atau dua kiloan meter saja dari rumah orangtua saya. Sama-sama di tengah rimba, hahaha…!

Ehh, tapi kampung saya listriknya 24 jam, ya! Dan udah diaspal. Ga kayak kampung dia. Daerah IDT, hahaha…!

*Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...