Setelah
diperkenalkan seadanya layaknya seorang karyawan baru, saya coba membaur dengan
mereka. Rata-rata mereka jauh lebih muda ketimbang saya.
“Hai genk,
kenalin! Aku Raul!”
“Aku Anu,
Bang!”
“Asli mana?
Aku Padang”
“Ooo…! Aku
Jawa. Padangnya di mana, Bang?”, sok akrab, hahaha…!
“Payakumbuh”
…
Garing
amat, kan?
Ehh, tapi
tidak! Obrolan perkenalan garing yang terancam buntu tersebut saya buat lebih
seru dan bermutu.
“Tinggal di
mana?”
“Batu Aji,
Bang!’
(Ehh, udah
bermutu belum? Hahaha…!)
“Ooo, Batu
Aji! SMKnya dulu di mana?”
Karyawan
cowok di perusahaan ini semuanya anak SMK dari jenis STM, hehe…!
“Aku anak
SMK Teladan, Bang! Abang lulusan SMK mana?”
“Aku anak
SMKN1. Kau kok ga masuk SMKN1 sih? Kan tinggal di Batu Aji? Ga diterima ya?
Nilai ga cukup? Hahaha…!”
Mulai
panas. Rekan-rekan lain yang awalnya cuek perlahan mendekat, merapat. Rata-rata
mereka memang anak-anak alumnus SMK Teladan. Alhasil, saya dikeroyok bullyan
mereka. Tapi saya ingat persis, itulah awal kepopuleran saya di perusahaan full
kenangan tersebut.
“Ooo,
begitu! Emang apa sih hebatnya SMKN1 itu? In charge (semacam ketua regu kerja,
leader) abang aja anak SMK Al-Jabar. Bikin malu SMKN1 aja, hahaha…!”, balas
mereka ga kalah sengit.
Ohya,
sialan! SMK Al-Jabar memang sudah terkenal sebagai SMK yang paling ga benget se
Kota Batam, hahaha…! Apes memang, sebab in charge saya itu memang anak SMK
Al-Jabar, hahaha…!
Tapi bukan
saya donk, jika menyerah kalah begitu saja.
“Sekolah
kalian tu ya! (mulai berani manggil kalian. Hari pertama kerja lho ini ya!
Hahaha…!). Udah numpang di gedung BLK (Balai Latihak Kerja), ehh seenaknya pula
ganti nama Simpang BLK jadi Simpang SMK Teladan. Tak tau diri, wkwkwkw…!”
Obrolan
perkenalan yang jauh dari kegaringan. Kesan pertama yang cukup membantu saya
meraih panggung dan beroleh rasa hormat mereka, walau sejatinya saya ‘cuma cecunguk
yang bisa mereka suruh ini itu. Karyawan baru, kan? Hahaha…!
Seorang
diantara mereka ada yang logat bicaranya cukup familiar di telinga saya.
“Anak
Payakumbuh juga?”
“Iya, Bang!
Tapi aku sudah dari lahir dan sekolah di sini!”
“Ooo…!
Payakumbuhnya di mana?”
…
Lima
tahunan kemudian…
Salah satu
yang paling saya suka dari tanah Minang ini adalah alamnya yang sejuk, indah
dan meneduhkan. Pulang kampung tak pernah saya lewatkan tanpa berpetualang ke
sana sini menikmati agungnya Mahakarya Allah SWT ini. Seperti libur lebaran
kali ini.
Bersama
seorang adik lelaki saya berjalan-jalan (pake motor) ke kampung halaman Amak.
Ohya, kami adik-beradik sebetulnya juga anak rantau, walau Cuma berjarak
belasan kilometer dari kampung halaman Amak. Bosan lewat jalan yang itu-itu
saja, kami pilih jalan memutar.
Kampung
halaman kami memang udik. Tapi ketimbang yang lain-lain tentu bukanlah yang
paling udik. Masih ada yang bisa dipamerkan. Mobil angkutan penumpang Cuma sampai
di kampung kami. Setelahnya? Yaa, Cuma bisa dilewati motor atau pejalan kaki.
Kalaupun ada, itu juga Cuma mobil-mobilan jenis pick-up untuk pengangkut buah,
sayur atau hasil kebun lainnya. Listrik? Amat bergantung kepada jam tayang
Uttaran dan Serigala Yang Ganteng, hahaha…!
Hari beranjak
sore, tapi kami belum juga sampai ke kampung Amak. Bakalan gawat jika saat
gelap kami masih berada di tengah rimba belantara begini, hahaha…!
Kami
berpapasan dengan seorang anak muda 20an tahun yang membonceng 2 orang adiknya.
Sekitar 10an meter saya berhenti. Anak muda itu juga berhenti.
Jreeeeeng…
Jreeeeng… Jreeeeng…!
Ehh… Ohh…! Kayaknya
kami saling kenal deh!
“Abang
masih di Labtech?”
“Kau kerja
di mana sekarang?”
Ternyata
alumni Labtech juga. Dialah si anak SMK Teladan yang dulu sering saya
olok-olok. Begitu jauh kami di kota saling menghina dan mengolok-olok identitas
masing-masing, padahal aslinya kami sesama orang udik. Sama-sama anak rimba
belantara. Sebab ternyata, rumah orangtuanya cuma berjarak satu atau dua kiloan
meter saja dari rumah orangtua saya. Sama-sama di tengah rimba, hahaha…!
Ehh, tapi
kampung saya listriknya 24 jam, ya! Dan udah diaspal. Ga kayak kampung dia.
Daerah IDT, hahaha…!
*Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar