Halaman

1 Agu 2017

Negeri Tuna Nalar

"Ribuan Rakyat Patungan, Sumbangan Untuk Kampanye Ahok-Djarot Mencapai 56 Miliar" ~ Judul Berita.

Tanpa membaca isinya pun mestinya kita sudah tahu bahwa berita ini ganjil. 56 Miliar oleh ribuan rakyat bila dirata-ratakan angkanya bisa mencapai 10 jutaan per orang. Rakyat mana yang begitu nekad berani menyimbang segitu banyak? Itu sekitar 3 bulan gaji UMP DKI Jakarta lho...? Rakyat mana sebetulnya yang dimaksud?

Spin, pelintiran dan penggiringan opini seperti itu berseliweran tiap hari di depan mata kita. Dan jangan dikira ini cuma terdapat di kolom berita politik. Di Halo Selebriti, Kiss Sore bahkan di berita olahraga dunia, spin politik tersebut selalu diselipkan.

"Akibat blokade tersebut Qatar bisa dibatalkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 mendatang", kata presenter beritanya.

FIFA memang mengharamkan politik mencampuri sepakbola, bahkan cenderung sangat ekstrim. Jangankan intervensi pemerintah, selebrasi gol berisi pesan toleransi beragama ala pemain-pemain Bali United yang sempat jadi viral dunia saja dikecam FIFA.

Tapi jika demikian, maka yang mestinya diberi sanksi berpartisipasi di Piala Dunia adalah Arab Saudi, Mesir, Iran, Yaman, Bahrain dan Amerika Serikat. 6 Negara tersebutlah yang melakukan boikot terhadap Qatar. Kenapa malah Qatar sebagai 'korban boikot' yang diancam sanksi? FIFA berpolitik?

Hubungan diplomasi yang baik pemerintah dengan pihak luar negeri lah yang membuat Rangga berhasil diekstradisi kembali ke Indonesia untuk bertemu Cinta setelah 14 tahun berpisah. Presiden sebelumnya 2 periode entah ngapain aja?

Presiden layak dapat nobel karena berhasil mendamaikan Slash dan Axl Rose sehingga reuni Guns N Roses formasi classic yang diimpikan seluruh penggemar musik rock dunia bisa terwujud. Presiden yang layak didukung karena di jamannya lah Candi Borobudur diresmikan setelah selesai di-cat.

Aneka peristiwa hukum dan politik yang menghina nalar kita baca dan tonton setiap hari. Pembeli yang membagi-bagi gorengan tanpa ijin dulu pada penjualnya bisa ditangkap polisi dengan tuduhan makar. Seorang security bank bisa ditangkap karena membiarkan seorang pengurus mesjid mencairkan rekening infak mesjid untuk membayar honor khatib Jumat. Si pengurus tersebut juga bisa di-OTT dengan tuduhan money laundry dana umat saat membayar honor si khatib. Ada begitu banyak tersangka bernama NN dan Hamba Allah yang ditahan kepolisian karena memberi sumbangan bagi pengungsi dan korban oerang di Suriah.

Ada pula beragam statemen tuna nalar yang dilontarkan pejabat dan aparat. Misalnya ada penjual gorengan yang omsetnya mencapai 25% nilai APBN kita. Mesti ditangkap, sebab dia menggoreng menggunakan gas bersubsidi. Ada pula panci yang bisa meledak dengan kekuatan setara bom buatan Amerika seberat 2 ton.

Aneka statemen dan peristiwa hukum dan politik tersebut disodorkan ke depan publik dengan penuh percaya diri. Ini indikasi tegas bahwa pemerintah telah gagal menjalankan amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di negeri penuh kebodohan dan bisa dibodoh-bodohi inilah seorang pelanggar hukum bisa dijadikan sebagai dosen penguji calon doktor hukum. Dan sadarkah kita bahwa peraih suara terbanyak di Pemilu Legislatif terakhir adalah artis pemeran video mesum, yang 2 bulan ke depan akan dilantik sebagai Bupati Landak, Kalimantan Barat. Dia menang lagi di Pilkada serentak kemaren, hiiiks...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seri Komplotan

Seri Komplotan mungkin serial karya Enid Blyton yang paling tidak populer di Indonesia. Meski cuma terdiri dari 6 judul, tapi inilah karya s...