Halaman

31 Des 2017

Kalender Hijriah v Kalender Masehi

Kenapa merayakan tahun baru Masehi itu tak penting? Bagi saya sederhana saja. Tahun baru Islam jauh lebih presisi. Tahun Islam dihitung berdasar pergerakan bulan dan bumi, sedang tahun Masehi dihitung berdasar jumlah waktu. Yaa detik, menit atau jamnya. Perbedaannya sangat jauh.

Sehari menurut Islam adalah saat matahari terbenam sampai kemudian terbenam lagi. Sehari menurut kalender Masehi adalah 24 jam, yaitu saat jam 00:00 'tengah malam', sampai kembali pada posisi 00:00 'tengah malam' berikutnya. Tengah malam yang saya beri tanda kutip, sebab siapa yang bisa membuktikan bahwa saat itu adalah benar-benar puncak dari malam? Lebih presisi mana dengan kalender Islam yang memulai hari dengan menentukan berdasar posisi start awal dan akhir sebuah proses rotasi bumi? Sebagai bukti paling konkret, bulan purnama saja jatuhnya tepat di pertengahan bulan di kalender Hijriah. Desember ini bulan purnama malah terjadi 2 kali, di awal dan ujung Desember? Lebih akurat mana? Hayyooo...!

Perbedaan itu akan makin besar saat menentukan waktu satu bulannya. Kalender Islam menetapkan awal bulan berdasar posisi start bulan saat berevolusi terhadap bumi. Itulah kenapa jumlah hari tiap bulan tahun Islam sangat fleksible, bisa 29 atau 30 hari. Fleksibel karena di saat bersamaan selain berotasi, di saat bersamaan bumi juga berevolusi mengelilingi matahari. Perhitungan versi kalender Masehi malah sangat absurd. Selain ada bulan yang jumlah harinya 30 dan 31, juga ada 28 hari dan setiap 4 tahun ada yang 29 hari? Bagaimana cara menghitungnya? Apa setiap Februari revolusi bulan terhadap bumi menjadi lebih cepat dari biasanya? Kan aneh, bulan Januari dan Maret bulan mengelilingi bumi selama 31 hari, kenapa di Februarinya cuma dalam 28 hari? Tapi saya sendiri punya penjelasan yang sangat masuk akal soal kekeliruan ini.

Kalender Masehi 'mematok secara pasti' bahwa satu tahun itu adalah 365,25 hari. Dibulatkan menjadi 365 hari plus tiap 4 tahun sekali digenapkan ke atas menjadi 366 hari. Ini sekaligus menjelaskan pemberian nama yang keliru terhadap nama-nama bulan kalender Masehi ini. Dari arti nama September (7), Oktober (8), November (9) atau Desember (10) kita bisa tahu ini adalah keliru. Jika ikut aturan nama, mestinya tahun Masehi dimulai dari bulan Maret dan berakhir di Februari. Itulah kenapa jumlah hari di bulan Februari lebih sedikit, sebab hanya sebagai 'bulan pelengkap' agar tiap tahunnya tetap berjumlah 365 atau 366 hari. Bukti paling telak betapa kacaunya perhitungan kalender Masehi? Tahun 2000 lalu lebaran Idul Fitri terjadi 2 kali, Januari dan Desember 2000. Awal dan ujung tahun. Artinya pada tahun tersebut bumi telah 2 kali melewati titik yang sama saat berevolusi mengelilingi matahari. Mau bantah bagaimana lagi? Hayyooo...!

Kalender Islam jelas lebih akurat. Ini terbukti dengan kondisi cuaca tiap tahun yang menjadi tak menentu karena berpatokan dengan kalender Masehi. Dulu dalam pelajaran IPS generasi saya seperti telah didonktrin bahwa musim hujan di Indonesia itu dimulai dari bulan Oktober dan berakhir di bulan Maret. Musim kemarau sebaliknya, sejak April sampai September. Entah ilmiwan siapa yang mengatakannya begitu. Sekarang semua seperti kacau berantakan. Hujan dan panas datang tak kenal Mei atau November. Jaman Jokowi jadi Gubernur DKI, Jakarta sering banjir di bulan Maret. Kemudian bergeser, mulai di bulan Februari. Akhir-akhir ini puncak banjir mulai mendekati Januari. Dan besok-besok itu akan terus bergeser menuju Desember, November, Oktober dan seterusnya.

Pun begitu dengan musim buah misalnya. Biasanya musim durian terjadi sekitaran bulan Ramadhan. Apakah Ramadhan selalu sama setiap tahun berdasar kalender Masehi? Atau yang paling jelas seperti perayaan Imlek-nya orang Cina, misalnya. Imlek sebetulnya adalah hari panen yang dirayakan masyarakat Cina. Apakah hari raya Imlek selalu sama di tiap tahun Masehi? Tidak!

Musim panen tergantung cuaca. Sedang cuaca tergantung pada posisi dan pergerakan bulan dan bumi terhadap matahari. Dalam hal ini seperti logika saya di atas, jelas kalender Islam lebih akurat. Akibat kekeliruan akurasi kalender Masehi ini, Piala Dunia tahun 2022 di Qatar saja diwacanakan untuk dijadwal ulang, atau malah diganti negara penyelenggaranya. Karena sepakbola berpedoman pada kalender Masehi, mereka baru menyadari kemungkinan tak bersahabatnya cuaca saat turnamen akbar tersebut digelar. Imajinasikan pula bagaimana efeknya jika kita menggunakan kalender Hijriah dalam menentukan jadwal tahunan. Liburan semester misalnya akan bisa disesuaikan dengan libur Ramadhan atau lebaran. Prediksi cuaca yang lebih akurat membuat kita bisa mempersiapkan liburan jauh sebelum hari H. Bookingan ongkos pesawat jauh-jauh hari juga lebih murah, hahaha...!

*Ngigau tahun baruan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...