Halaman

30 Apr 2018

Spesialis Puisi Gagal

Belakangan ini saya cukup akrab dengan seorang teman Facebook. Seorang teman baru dari jenis emak-emak keren. Seorang penulis yang menurut saya telah memiliki banyak fans, setidaknya terlihat dari betapa antusiasnya para komentator cerita postingannya di Facebook. Darinya pula saya memperoleh beberapa teman baru yang juga keren. Saya sendiri mengenalnya juga dari seorang emak-emak keren lainnya yang waktu itu pernah mereview buku Rekreasi Hati. Efek positif dari review tersebut saya di-add beberapa orang penulis dunia maya, salah satunya teman yang ingin saya ceritakan berikut ini.

Dari beberapa postingannya yang setiap saat nongol di timeline, saya tahu dia berbakat menulis puisi. Maka begitu seorang teman (akun penerbit) dalam rangka peringatan Hari Puisi menulis sebuah puisi dan mengajak para komentator berkomentar dengan sebuah puisi, saya teringat teman satu ini. Saya mention namanya di komentar akun penerbit tersebut dengan maksud memberinya tantangan berpuisi. Dibalas dengan berpuisi memang, tapi sekaligus memancing saya untuk berkomentar dengan puisi juga.

Kaukah itu yang selalu menyeru namaku
kepada hujan, kepada danau dan kepada langit biru?

Kaukah itu yang selalu menyeru namaku 
di fajar, di dhuha, di petang dan di malammu?

Kaukah rindu?
Yang selalu memanggil namaku setiap waktu.

Kau siapa heyyy kaka Siraul Nan Ebat?

Apa boleh buat, puisinya terpaksa saya balas,donk! Walau hasilnya ngaco.

Tidak...tidaaak...tidaaaaaak...!
Kau jangan Ge eR
Aku ingin tetap di hatinya
Walau agak tergeser-geser sedikit tak apalah.

Tidak...tidaaaak...tidaaaaaak...!
Kau jangan kePeDeanlah, Nurul Wahidah
Susah payah kuterobos hatinya
Langit biru yang dulu kupikir kurang biru
Tlah kupegang jemarinya
Tlah kugenggam janjiku
Aku cuma butuh setia
agar dia tak kembali jadi ikan

Puisi apaan begitu?
Hahaha...!

Gara-gara puisi aneh itu sekarang dia mengenal Rani sebagai Ikan Duyung, hahaha...! Gegara puisi aneh itu juga dia menganggapku jago nulis puisi. Apalagi setelah Perang Puisi tersebut saya share juga di Twitter via akun Drama dan Twitwar, Info Twitwor. Lumayan banyak RT dan Fav-nya. Malah ada yang sampai bikin puisi sequelnya juga, hahaha...!

Maka tak heran beberapa kali dia minta dihadiahi puisi, termasuk sebagai bonus buat pembelian Buku Rekreasi Hati. Tentu saja tak bisa saya penuhi. Baginya nulis puisi mungkin hal sepele, tapi jelas tidak buat saya. Saya memang pernah beberapa kali menulis puisi, tapi menurut saya itu semua adalah puisi konyol. 

Tapi saya jadi berpikiran serius setelah sebuah puisi (lagi-lagi) gagal saya 'viral'. Jumlah share, repost dan copasnya memecahkan rekor seluruh postingan saya selama ini. Sekeren-kerennya postingan Rekreasi Hati, paling banyak jumlah sharenya malah bisa dihitung pakai sebelah jari. Tapi puisi gagal tentang Nenek Konde saya ini malah belasan jumlah sharenya. Saya jadi benar-benar kepikiran, masa iya saya bisa bikin puisi, sih?

Serius! Ini 'sungguh mengganggu pikiran saya'. Kenapa rekor share terbanyak itu adalah puisi, dan bukan seperti tulisan-tulisan saya selama ini? Dan kenapa pula puisi itu postingan bulan April, tanggal 1 pula, saat di mana banyak sosok inspiratif saya berulang tahun, termasuk seorang diantaranya, siapa lagi kalau bukan Rani, si Ikan Duyung, hahahaha...!

Dah dulu ya! Ini cuma agar April sebagai bulan inspiratif tak hampa postingan, hehehe...! Besok-besok Insya Allah giat nge-post lagi (kalau signal tak lelet).

4 Hal Penting Dalam Menulis

Saya beberapa kali dipercaya menjadi juri event menulis. Untuk naskah normal terbaik, nilai maksimal yang saya berikan adalah 8. Tapi bukan ...